PERKEMBANGAN
SUPERVISI PENDIDIKAN:
SUPERVISI
MASA LALU; MASA KINI; KECENDRUNGAN SUPERVISI KEDEPAN
Oleh: Hadi Porwanto & Hafizian
Nor
A.
Pendahuluan
Supervisi merupakan hal yang urgen dalam pendidikan sebab supervise
memiliki peran yang sangat penting demi meningkatkan kualitas sekolah terkhusus
dalam peningkatan kualitas guru yang berefek pada peningkatan kualitas anak
didik.Supervise memilki perkembangan-perkembangan dari masa kemasa, sehingga
supervise pada masa awal tentu berbeda dengan masa sekarang, namun diantara
supervise-supervisi tersebut memiliki kelemahan sehingga perlu adanya
keterkaitan untuk saling melengkapi satu dengan yang lain.Oleh karena itu, pada
makalah ini akan membahas perkembangan supervisi yang di mulai dari supervise
masa awal atau sejarah supervisi, supervisi ilmiah, supervisi manusiawi,
supervise masa sekarang dan supervise yang akan dating atau gambaran/ ramalan
tentang perkembangan supervise kedepannya.
B. Supervisi Pada Masa Lalu
Proses pendidikan di dunia ini sudah lama berlangsung. Sebenarnya
pendidikan itu sudah ada sejak manusia itu ada. Sebab dari hakekat
manusia kita sudah tahu, manusia sudah tidak bisa tumbuh dan
berkembang oleh dirinya dan untuk dirinya sendiri. Sejak bayi anak
itu sudah membutuhkan pertolongan dari orang tua dan sanak familinya agar
dapat berkembang dengan baik. pada masa kanak-kanak mereka juga ditolong oleh
orang lain dalam lingkungannya, Begitu juga menjelang dewasa mereka tetap
mendapat pertolongan dari anggota –anggota masyarakat yang lebih luas untuk
meyempurnakan perkembangannya. Macam- macam pertolongan itu di sadari
atau tidak oleh anak bersangkutan adalah merupakan pendidikan untuk membantu
mengembangkan dirinya.
Pada zaman Yunani kuno
sistem pendidikan yang sifatnya sistematis seperti sekarang belum ada, yang ada
ialah pendidikan yang bersifat individual. Nampaknya inisiatif untuk belajar
timbul dari individu-individu yang ingin mengetahui sesuatu. Satu-satunya
materi yang dibutuhkan untuk di pelajari adalah pelajaran untuk menulis ini yang
terjadi sekitar 500 tahun sebelum masehi. Kemudian pada tahun 400 sampai
350 tahun sebelum Masehi materi pelajaran di tambah dengan belajar
membaca. Jadi yang di pelajari pada waktu itu adalah membaca dan menulis. yang
mengajar bukanlah guru-guru, melaikan tutor, yang menuntut keterampilan untuk
melatih para siswa untuk menulis dan membaca.
Pendidikan mendapat perhatian yang sangat penting ialah pada zaman
Sparta. Pemerintah pada waktu itu sudah menyadari akan pentingnya
pendidikan bagi kemajuan bangsa dan negara. Pendidikan bertugas
mengembangan, mempertahankan, dan melindungi Negara. Menyadari akan
pentingnya pendidikan timbullah supervisor yang disebut Paidonomous. Guru
dan tutor tidak ada. Yang melatih para siswa ialah para supervisor itu dengan
hak kontrol yang absolut.
Pada zaman Athena pendidikan lebih maju dan lebih di hargai dari pada
zaman-zaman sebelumnya. Perhatian dicurahkan pada pengembangan profesi
dan spesialis. Terjadilah pertemuan-pertemuan guru dengan siswa untuk
mendiskusikan sesuatu, pemikiran-pemikiran filsafat pun muncul pula. Ahli-ahli
pikir yang terkenal pada zaman itu ialah Socrates, Plato, dan
Aristoteles. Kerajaan Romawi mewarisi kebudayaan Yunani; kesenian, ilmu,
dan pendidikan maju dengan pesat. Sekitar tahun 140 sebelum Masehi didirika sekolah
Grammar yang mempelajari bahasa latin. Grammar dipandang mampu atau
sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan daya pikir dan logika para siswa.
Begitu pula pada zaman ini perbaikan-perbaikan pengajaran dan kurikulum sudah
dimulai.
Pada zaman pertengahan disamping
sekolah Grammar dan Sekolah Catechimus (agama) didirikan pula Sekolah Membaca
dan menulis tingkat dasar. Nampaknya ada usaha dari pemerintah untuk memperluas
kesempatan belajar bagi masyarakat umum. Pada zaman ini supervisi diberikan
kepada sekolah-sekolah sebagai lembaga pendidikan dan guru-guru sebagai
pelaksanaan pendidikan. Ada dua macam supervisi pada zaman pertengahan, yaitu
supervisi dari pihak negara dan supervisi dari pihak agama. Supervisi
dari pihak negara bertujuan membina sekolah beserta aktivitas-aktivitasnya agar
sejalan dengan keinginan dan garis yang di berikan oleh negara.
Sedangkan supervisi dari pihak agama yang bertugas dari kalangan agama
berkewajiban membina atau mengawasi materi pendidikan agam dan moral. Kedua
macam supervise ini tidak banyak memperhatikan kualitas pengajaran dan kondisi
pendidikan.
Supervisi pendidikan pada
zaman revolusi kaum protestan sekitar tahun 1600 mempunyai tujuan tersendiri
sesuai dengan kondisi pada waktu itu. Para Supervisor di beri tugas oleh para
pengelolah pendidikan untuk membantu mencetak ahli-ahli yang sanggup mengadakan
pertentangan suci kepada para filosuf dan ahli teologi Katolik.
Sejalan dengan
perkembangan supervisi pendidikan di Negara-negara Eropa, di Amerika Serikat
pun mengalami perkembangannya yang lamban. Pada abad-17 mula-mula banyak
pengusaha kota yang menolak kehadiran supervisor. Rupanya sekolah-sekolah
tidak mau dicampuri oleh orang luar, mereka takut kalau otoritasnya berkurang,
tetapi kemudian kapala-kepala sekolah itu mau menerima mereka dengan catatan
nama supervisor diganti dengan guru super. Dengan nama baru ini mungkin
dimaksudkan agar guru-guru super ini tetap berada di bawah hirarki kepala
sekolah. Perkembangan selanjutnya ialah hanya kepala-kepala sekolah yang
sudah senior/professional saja yang di beri tanggung jawab untuk melaksanakan
supervisi. Tetapi dengan besarnya pendirian sekolah-sekolah baru pada abad
ke-19, para supervisor dan kepalah sekolah yang senior/professional ini tidak
dapat melakukan tugas terhadap begitu banyak sekolah. Akhirnya supervisi
di serahkan kepada kepala-kepala sekolah namun tugas utama mereka tetap
mengurusi ketatausahaan dan menegakan disiplin, sedangkan supervise adalah
sebagai tugas terakhir.
Berikut supervise abad ke-18 dan abad ke 19.
1) Supervisi
pada abad ke-18
Supervisi pada abad ke-18 dilakukan oleh panitia kantor atau panitia
sekolah atau anggota-anggota badan pendidikan mereka ini di angkat karena
kemahiran-kemahiranya akan metode-metode mengajar. Pada waktu-waktu tertentu
mereka datang berkunjung ke sekolah untuk melihat guru-guru mengajar. Mereka
melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu muncul istilah inspektur bagi
mereka. Tugas mereka adalah untuk megetahui sampai di mana kepandaian guru-guru
itu mengajar, bukan memperbaiki kekeliruan-kekeliruan yang di buat oleh para
guru.
Namun
para supervisor ini hanya merupakan alat pencatat saja bag kepentingan
atasannya, mereka hanya menulis apakah guru-guru itu sudah bekerja dengan benar
atau masih salah. Hal itu mudah dikerjakan sebab apa yang patut dilakukan guru
sudah ditentukan sejak awal. Setiap sekolah sudah mempunyai aturan-aturan dan
standar yang harus di lakukan. Tugas supervisor adalah mengontrol sekolah
apakah sekolah ia sudah melaksanakan aturan dan standar itu atau
belum. Bila ternyata guru melakukan kekeliruan, supervisor hanya
mengeritik dan menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki diri.Perilaku supervisi yang tradisional ini disebut snooper
Vision, yaitu tugas memata-matai, hal tersebut menyebabkan guru-guru
menjadi takut sehingga mereka bekerja dengan tidak baik karena takut
dipersalahkan. Nampaknya kreatif guru
juga kurang dihargai.
2) Supervisi
pada abad ke-19
Abad ke-18, pengetahuan dibidang metodologi penelitian pengajaran di beri
tugas mengawasi sekolah saja, akan tetapi pada abad ke-19 kedudukannya sudah
meningkat. Mereka secara resmi di katakan supervisor sekolah. Mereka pada
umumnya adalah para pegawai kantor pengawas pendidikan yang di Indonesia dapat
di samakan dengan kantor perwakilan departemen pendidikan dan kebudayaan, baik
di tingkat provinsi, kabupaten maupun kecamatan. Hal ini
disebabkan karena mereka kini sudah berkembang menjadi orang-orang
professional. Dengan demikian supervisi pada abad ke-19 sudah bersifat
professional.
C. Supervisi Ilmiah Dan
Manusiawi
1.
Supervisi Ilmiah
Revolusi teknologi dan revolusi industri yang terjadi pada abad 18 dan 19
membuat perubahan pada dunia produksi, perdagangan, manajemen, dan pada juga
dunia pendidikan. Pada tahun 1911 Fredrick Tylor yang di pandang sebagai bapak
manajemen ilmiah menerbitkan buku yang berjudul “Principle Of Scientific
Management” (Robins, 1982 hal.36) prinsip-prinsip manajemen tersebut
adalah (1) Setiap elemen kerja para petugas harus dilakukan secara ilmiah
(2) Seleksi dan latihan petugas harus dilakukan secara ilmiah, (3) Kerja sama
manajemen dengan pekerja mengikuti metode ilmiah, dan (4) Ada kesamaan antara
manajer dan pekerja. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat di pahami bahwa manajemen
ilmiah menghendaki tiap pekerja mengerjakan sesuatu yag sudah ditentukan dengan
jelas dan dan dengan cara yang sudah di pahami secara jelas pula. Sejalan
dengan prinsip manajemen ilmiah tersebut di atas Max Weber mengembangkan
struktur organisasi yang dia sebut birokrasi dengan cirri-ciri sebagai berikut
(hoy, 1987 hal. 52): (1) Spesialisasi, (2) Orientasi Imperonal, (3) Hirarki
Otoritas, (4) Peraturan-peraturan dan (5) Orientasi prestasi kerja.
Organisasi pendidikan pada waktu itu diwarnai oleh prinsip-prinsip tersebut.
Sekolah-sekolah membuat peraturan-peraturan yang ketat, tugas-tugas tadi buat
secara mendetail dan sejelas mungkin, komunikasi di atur menurut garis yang
sudah di tentukan, kontrol diadakan terhadap cara bekerja dengan prestasi,
kerja menurut kriteria tertentu dan hubungan atasan dengan bawahan
menjadi fomal. Supervisi sebagai sub system pendidikan sudah tentu mengikuti
prinsip-prinsip tersebut. Dalam hal ini tugas supervisi dikhususkan pada
pembinaan guru-guru. Supervisor berpegang pada tujuan sekolah,
koordinasi, metode belajar, kualifikasi guru dengan segala aktivitasnya yang
sudah di tentukan kualitasnya secara jelas. Sebelum muncul manajemen
ilmiah tidak ada ketentuan yang pasti atau patokan yang bisa di pakai pegangan
oleh para supervisor. Kini mereka mengontrol segalah aktivitas yang di lakukan
ole guru-guru, mencocokan dengan jadwal kerja, metode mengajar,
kepribadian dengan peraturan yang sudah di gariskan. Mencocokan prestasi kerja
atau hasil belajar pra siswa dengan standar prestasi yang sudah di sediakan.
Serta member insentif kepada guru-guru yang berprestasi.
Supervisor berusaha meningkatkan cara bekerja guru-guru. Mereka di beri
gambaran tentang kuaifikasi guru yang di cita-citakan. Mereka dimotivasi dan di
himbau untuk mengejar cita-cia itu. Suatu cita-cita tentang perilaku,
ketrampilan dan cara kerja yang sudah jelas wuudnya. Salah satu alat
untuk memacu mengejar cita-cita adalah dengan insentif. Insentif itu dapat
berupa materi, promosi dan penghargaan sosial.
Tugas utama supervisor ilmiah adalah mencari undang-undang atau peraturan dan
melaksanakan peraturan-peraturan tersebut kepada guru-guru (Lucio, 1979 hal
8-9). Hal ini masuk akal sebab organisasi sekolah melakukan semua
operasinya berupa administrasi sekolah tidak boleh melakukan administrasi di
luar peraturan-peraturan yang sudah disahkan. Begitu pula mengenai administrasi
yang menyangkut aktivitas guru-guru atau cara-caraguru mengajar siswanya tidak
boleh menyimpang dari undang-undang tentang perilaku guru, hubungan guru dengan
siswa dan cara guru membimbing siswa belajar.
Contoh undang-undang atau
pearaturan-peraturan yang dicari antara lain:
1.
Berapa jam belajar teori perminggu dan berapa jam praktek.
2.
Metode-metode mengajar mana yang cocok dipakai di kelas siswa yang
memiliki kemampuan rendah dan metode yang mana cocok di pakai untuk kelas yang
memiliki kemampuan lebih.
3.
Kecocokan metode mengajar dengan bidang studi
4.
Bagaimana prosedur belajar dan mengajar yang baik
5.
Macam-macam alat evaluasi yang di perlukan dan seterusnya.
Tidak ada hak bagi guru
dan supervisor merevisi atau mengingkari undang-undang, tetapi bukanlah
undang-undang itu sendiri menjadi tujuan utama pendidikan, tujuan utama
pendidikan adalah perkembangan peserta didik itu sendiri.
Supervisi ilmiah mempunyai kaitan dengan supervisi spesialis. Sebab supervisi
ilmiah diilhami oleh revolusi industri yang sangat memperhatikan
pengkhususan-pengkhususan dan diperkuat prinsip spesialisasi Weber. Jadi
supervisi pada waktu itu sudah memandang perlu ada supervisor- supervisor
spesialisasi. Tetapi spesialisasi-spesialisasi yang diadakan pada waktu itu
masih terbatas, mugkun karena diferensiasi bidang studi belum sebesar sekarang.
Yang disiapkan oleh departemen-departemen supervisi itu ialah (lucio, 1979 hal.
6):
1.
Spesialis atau kepala bidang studi bahasa
2.
Spesialis atau kepala bidang studi matematika
3.
Spesialis atau kepala bidang studi ilmu sosial
4.
Spesialis atau kepala bidang studi sains
Dengan adanya supervisor
spesialis ini timbullah problem dengan kepala sekolah dalam menangani bidang
studi tertentu di sekolah. Problem itu berupa kesulitan menentukan otoritas,
otoritas, fungsi dan prosedur kerja. Siapakah diantara keduanya lebih
berwewenang menangani guru-guru apakah prosedur kerja yang ditempuh oleh
keduanya sama.
John D. McNeil (1982) , menyatakan bahwa terdapat empat pandangan mengenai
supervisi ilmiah sebagai berikut :
Pertama, supervisi ilmiah dipandang sebagai kegiatan supervisi yang
dipengaruhi oleh berkembangnya manajemen ilmiah dalam dunia industri. Menurut
pandangan ini, kekurang berhasilan guru dalam mengajar, harus dilihat dari segi
kejelasan pengaturan serta pedoman- pedoman kerja yang disusun untuk guru. Oleh
karena itu, melalui pendekatan ini, kegiatan mengajar harus dilandasi oleh
penelitian, agar dapat dilakukan perbaikan secara tepat.
Kedua, supervisi ilmiah dipandang sebagai penerapan penelitian ilmiah dan
metode pemecahan masalah secara ilmiah bagi penyelesaian permasalahan yang
dihadapi guru di dalam mengajar. Supervisor dan guru bersama-sama mengadopsi
kebiasaan eksperimen dan mencoba berbagai prosedur baru serta mengamati
hasilnya dalam pembelajaran.
Ketiga, supervisi ilmiah dipandang sebagai democratic ideology.
Maksudnya setiap penilaian atau judgment terhadap baik
buruknya seorang guru dalam mengajar, harus didasarkan pada penelitian dan
analisis statistik yang ditemukan dalam action research terhadap
problem pembelajaran yang dihadapi oleh guru. Intinya supervisor dan guru harus
mengumpulkan data yang cukup dan menarik kesimpulan mengenai problem pengajaran
yang dihadapi guru atas dasar data yang dikumpulkan. Hal ini sebagai perwujudan
terhadap ideologi demokrasi, di mana seorang guru sangat dihargai
keberadaannya, serta supervisor menilai tidak atas dasar opini semata.
Keempat, pandangan tersebut tentunya sampai batas tertentu saat ini masih
relevan untuk diterapkan. Pandangan bahwa guru harus memiliki pedoman yang baku
dalam mengajar, perlu juga dipertimbangkan. Demikian pula pendapat bahwa guru
harus dibiasakan melakukan penelitian untuk memecahkan problem mengajarnya
secara ilmiah, dapat pula diadopsi. Pandangan terakhir tentunya harus menjadi
landasan sikap supervisor, di mana ia harus mengacu pada data yang cukup untuk
menilai dan membina guru.
2.
Supervisi Manusiawi
Pada tahun 1920 banyak protes diajukan terhadap metode dan kurikulum yang
di berikan secara otoriter dari para administrator sekolah. Mereka tidak
setuju kalau semua prinsip pendidikan ditentukan sendiri oleh pimpinan.
Hasil studi Hawthrone (Hoy 1979 hal.9) menunjukan sosial para pekerja
(guru-guru) yang baik akan meningkatakan keakraban kerja. Kelompok ini
akan membentuk struktur sosial yang informal dengan norma, nilai dan
kesensitivannya yang semuanya memberi efek kepada perfomannya. Para
penganut aliran ini tidak setuju memperalat guru untuk mencapai maksud atasan.
Mereka percaya bahwa kepala sekolah, supervisor dan guru-guru bersama
mempunyai kemauan dan bertanggungjawab terhadap pengembangan pendidikan.
Guru-guru perlu dihormat. Dan hubungan baik secara vertical maupun secara
horizontal di sekolah perlu dikembangkan. Dengan demikian diharapkan guru-guru
akan lebih berprestasi dan akan berdampak positif bagi peserta didik.
Tugas supervisor bukanlah mencari undang-undang atau peraturan yang akan
dilaksanakan di sekolah serta mengontol guru agar menepati undang-undang
itu. Tugas supervisor bukan menginspeksi guru-guru, melainkan membimbing
mereka. Supervisi adalah suatu proses pengembangan kompetensi guru secara
maksimum sesuai dengan tingkat kemampuannya, sehingga mencapai tingkat
efisiensi kerja yang lebih tinggi. Mereka di dorong untuk berkembang,
mereka dimotivasi untuk berinisitif, mereka diajak berpartisipasi menentukan
kebijakan sekolah. Pandangan, pendapat dan pikiran mereka dimanfaatkan.
Dengan demikian tugas supervisor adalah (1) Menciptakan iklim sekolah
yang santai dan (2) memperluas partisipasidi kalangan personalia sekolah
(Lucio 1979 hal.11), disamping tugas memperbaiki staf pengajar. Yang di maksud
dengan iklim sekolah yang santai suatu iklim yang tidak tegang akibat control
yang ketat untuk melaksanakan aturan-aturan sekolah secara tepat,
melainkan suatu bentuk hubungan kerja sama yang fleksibel, dapat berdisiplin
bila suasana membutuhkan dan tidak formal bila dikehendaki.
Model supervisi ini menunjukan adanya kepemimpinan bersama diantara personalia
sekolah dengan cara berpartisipasi bersama untuk memajukan pengajaran. Hal ini
bisa dicapai dengan efektif, bila ada kemampuan pada masing-masing personalia
sekolah untuk menganalis diri sendiri, Syarat ini sulit dicapai mengingat
keterbatasan-keterbatasan individu, tidak semua individu mempunyai kemampuan
melaksanakan hal itu pada dirinya.
D. Supervisi Masa Sekarang
Dan Akan Datang
1. Supervise masa sekarang
Supervisi ini mempunyai cirri-ciri dinamis dan demokratis yang
merefleksikan vitalitas pemahaman kepemimpinan yang berbobot (Neagly, 1980
hal.1). Lebih jauh karakteristik supervisi modern dikatakan sebagai berikut.
Pertama, menciptakan dan
mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf.
Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan
supervisi. Sebab supervisi adalah merupakan suatu proses yang menyangkut
aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
Kedua ialah demokratis,
istilah demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat mengerti dan
memahami, sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan.
Ketiga adalah
komprensif. Suatu yang supervisi berlangsung dari taman kanak-kanak
sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup beberapa sekolah
untuk beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk dan isi supervisi
untuk tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan ini
dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kurikulum sekolah dari taman kanak-kanak
sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan memudahkan para siswa
mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup sulit bagi siswa kalau ia
sudah biasa belajar dengan cara bervariasi beralih ke cara yang monoton
misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan metode belajar mengajar
dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai ketingkat yang paling tinggi.
Supervisi yang dinamis ialah supervis yang aktif, kreatif, dan banyak
inisiatif dalam melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi yang tidak hanya
mengamati, mengontrol, mengeritik dan menilai saja tetapi jauh lebih luas dari
pada itu. Supervisi seperti ini ikut merencanakan agar proses belajar
memberi hasil yang baik, membantu menciptakan kondisi belajar yang baik,
memonitori guru-guru agar tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah, mencari
sebab sebuah kesalahan, memberi saran dan membimbing. Supervisor tidak hanya
mencari kesalahan guru, tidak pula hanya memperbaiki kesalahan guru, tetapi
juga berusaha mengadakan preventif agar guru-guru sedikit mungkin berbuat
salah. Hal ini dilakukan dengan bermacam-macam cara sesuai problem yang
dihadapi itulah sebabnya mengapa supervisor itu perlu aktif, kreatif dan
berinisiatif.
Secara historis mula-mula diterapkan konsep supervisi yang tradisional,
yaitu pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam pengertian mencari kesalahan dan
menemukan kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Perilaku supervisi yang
tradisional ini disebut snooper vision, yaitu tugas yang
memata-matai untuk menemukan kesalahan. Konsep seperti ini menyebabkan
guru-guru menjadi takut dan mereka bekerja dengan tidak baik karena takut
dipersalahkan.
Mark membuat
perbandingan supervisi tradisional dengan supervisi modern yang ia kutip dari
Burton dan Brueckner (1978 hal. 12)
supervisi
tradisional adalah (1) meginspeksi, (2) terpusat pada guru , (3) berkunjung dan
berdiskusi, (4) perencanaan yang sederhana, (5) memergoki dan otoriter dan (6)
biasanya satu orang. Sedangkan supervise modern ialah (1) pragamatis dan
menganalisis, (2) terpusat pada tujuan, materi, teknik, guru, siswa, dan
lingkungan, (3) melaksanakan beraneka ragam fungsi, (4) Perencanaan dan
organisasi yang jelas dengan tujuan yang khas, (5)memotivasi dan bekerja sama,
dan oleh orang banyak. Perbandingan ini memperjelas apa yang dimaksud dengan
supervise yang bersifat komprehensif. Ini merupakan karakteristik terakhir dari
supervise modern menurut pandangan Neagley.
Sergiovani membedakan supervise tradisional dengn supervise tradisonal dengan
supervisi modern dari segi perlakuan terhadap personalia sekolah yang dia
sebut sebagai variable perantara (mediating variables). Supervisi tradisional
tidak memakai variable ini sealiknya supervise modern menggunakannya dan lebih
berhasil.
Ada tiga variable dalam
hubungan dengan supervisi pendidikan. Variabel-variabel tersebut ialah variable
awal (initiating variables) yang mencangkup:
a.
Supervisor yang memegang referensi untuk teman-temannya, para bawahan dan
dirinya sendiri
b.
Pola-pola perilaku administrasi dan supervisi
c.
Elemen-elemen struktur organisasi
d.
Sistem otoritas
e.
Tujuan sekolah dengan pola untuk mencapainya
Variabel kedua ialah
variable perantara yang mencangkup:
1.
Sikap guru dan personalia sekolah lainnya terhadap jabatan dan antar
hubungan mereka
2.
Tingkat kepuasan bekerja
3.
Komitmen staf terhadap tujuan sekolah
4.
Gambaran tujuan sekolah yang dimiliki oleh guru-guru
5.
Tingkat kesetian guru-guru
6.
Kepercayaan dan keakraban antar personalia sekolah
7.
Kemauan untuk mengontrol kepercayaan trsendiri
8.
Fasilitas untuk berkomunikasi
Variabel yang ketiga ialah
variable kesuksesan sekolah yang mencagkup:
1.
Tingkat performan guru-guru dan personalia sekolah lainnya
2.
Tingkat performan para siswa
3.
Tingkat perkembangan dan pertunbuhan para siswa
4.
Peningkatan organisasi personali sekolah
5.
Laju presensi dan absensi staf
6.
Laju absensi dan drop out para siswa
7.
Kualitas hubungan sekolah dengan masyarakat
8.
Kualitas hubungan personalia sekolah
Dikatakan lebih lanjut bahwa supervise trdisional hanya mengejar kesuksesan
jangka pendek saja, dengan bertitik tolak pada variable awal tanpa
mengihiraukan variable perantara. Itulah sebabnya kesuksesan mudah lenyap sebab
semangat pelaksana-pelaksananya mudah memudah.
Menyadari kelemahan
supervisi tradisional tersebut, maka supervise modern meletakan kunci
pengeerakanya pada organisasi personaliannya yaitu para pelaksana yang
dikatakan sebagai variable perantara, walaupun diakui bahwa variable ini
juga di pengaruhi dan ditentukan oleh variable awal. Variable yang
terdiri dari sikap, kepuasan bekerja, komitmen, kesetiaan dan sebagainya
merupakan dasar dedikasi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya di
sekolah.
Dari uraian dapat disimpulkan
bahwa supervise modern adalah supervise yang memperhatikan antara hunbungan
personalia sekolah, menghargai dan menghayati kepribadian, bakat dan kemampuan
mereka masing-masing. Penghargaan dan pengetahuan ini merupakan suatu
strategi dalam membina profesi mereka sebagai pendidik, yang dilakukan dengan
metode intelegensi praktis yang bersifat demokratis. Supervisi dilakukan
dengan cara komprehensif, yaitu dengan cara menyamakan prinsip-prinsip yang di
pakai dalam proses belajar mengajar dan prinsip-prinsip materi dengan baik
secara vertical maupun secara horizontal.
b. Supervise masa akan datang
Ada beberapa ramalan
tentang bagaimana kemungkinan supervisi pada masa yang akan datang. Yang bisa
di kemukakan dua macam yang satu meninjau supervisi dari sudut professional
guru, sedang lain meninjau dari sudut politik negara. Atau yang satu
melihat kecenderungan supervisi terpusat pada pengembangan profesi pendidik,
yang lain melihat kecenderungan itu bertitik pusat pada politik negara.
Kecenderungan-kecenderungan
supervisi yang baru dan mungkin yang terus berkembang pada masa akan datang
dalam membina para guru disebabkan oleh perkembangan oleh perkembangan
ilmu dan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan seperti ini akan
membuat dunia beserta masyarakatnya akan berubah dengan cepat pula.
Untuk mencapai maksud di
atas membutuhkan tipe supervisi yang baru (Marks, 1978, h. 94). Supervisi
tersebut lebih mememusatkan dari pada pengembangan profesi dan bakat guru serta
memanfaatkannya untuk kepentingan kemajuan pendidikan daripada memberi
konsultasi langsung kepada guru-guru, membina agar mereka bisa memimpin diri
sendiri, tidak bergantung kepada pengarahan dari luar, dan percaya kepada
sumber-sumber pendidikan yang diperoleh sendiri. Supervisor juga menanamkan
pengertian program sekolah yang baru kepada guru-guru dalam usaha menyiapkan
para siswa menghadapi kehidupan yang semakin keras.
Sementara Marks nampak
membatasi diri pada dunia pendidikan (1979, h.18) rupanya menghubungkan
pendidikan dengan situasi dunia sekarang, khususnya dalam bidang politik, Lucia
melihat kecenderungan-kecenderungan sekolah pada masa yang akan datang lebih
banyak dikontrol oleh negara. Negara memandang pendidikan merupakan suatu alat
yang vital untuk menegakkan serta memajukan nusa dan bangsa. Hal ini memang
penting bila dihubungkan dengan situasi dunia yang penuh dengan usaha merebut
pengaruh dan persaingan kekuatan di antara dua negara raksasa. Pemerintah
memandang perlu untuk mengawasi usaha-usaha sekolah agar anggota masyarakat
yang diproduksi mampu mempertahankan kedaulatan negara, berdiri sendiri, dan
tidak hanyut oleh pengaruh negara lain.
Bila demikian halnya, maka
supervisor akan berada diantara sebagian alat Negara dan dan sebagai
professional. Karena itu disarankan peranan supervisor sebagai berikut:
1. Sebagai perantara
dalam menyampaikan minat para siswa, orag tua dan program sekolah kepada
pemerintah dn badan-badan lain
2. Memonitor
penggunaan dan hasil-hasil sumber belajar.
3. Merencanakan
program untuk populasi pendidikan yang baru.
4. Mengembagkan
program yang baru untuk jabatan baru yang mungkin muncul
5. Mengkombinasikan
program yang di ajukan pemerintah, perdagangan dan industry
6. Menilai dan
meningkatkan pengertian gaya kehidupan
7. Memilih inovasi
yang konsisten dengan masa yang akan datang.
Ramalan yang sifatnya
menjangkau terlalu jauh kepada masa yang akan datang seringkali tidak
tepat. Pengajaran dengan mesin yang diramalkan pada tahun 1960-an akan
menguasai dunia pendidikan, ternyata hal itu tidak terjadi sampai sekarang
(Robbins, 1982 hal.152). Oleh sebab itu membuat ramalan dalam bidang supervisi
pendidikan, khususnya di Indonesia, tidak perlu menjangkau terlalu kedepan.
Cukup setiap awal pelita (pembangunan lima tahun) merumuskan model supervisi yang
baru atau diperbaharui berdasarkan pengalaman-pengalaman yang lampau dan
antisipasi satu pelita. Model ini pula dapat di revisi.
E. Kesimpulan
Pada abad ke-18 tugas supervisor hanya sebatas mengontrol sekolah apakah
sekolah ia sudah melaksanakan aturan dan standar itu atau belum.
Bila ternyata guru melakukan kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan
menegur saja, tidak menunjukan bagaimana memperbaiki diri dan kreatif guru juga
kurang dihargai.
Pada abad ke-19 tugas para
supervisor tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru, dan tidak
lagi bersifat otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan individualitas
guru.
Pada masa sekarang
supervisi lebih berkonsentrasi untuk menciptakan dan mempertahankan antar
hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf. Kondisi seperti ini
merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan supervisi. Sebab
supervisi merupakan suatu proses yang menyangkut aktivitas-aktivas individu
didasari oleh pengenalan dan hubungan yang akrab.
Kecenderungan supervisi
pada masa yang akan datang dan mungkin yang terus berkembang dalam membina para
guru disebabkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang begitu
pesat. Perkembangan seperti ini akan membuat dunia beserta masyarakatnya
akan berubah dengan cepat pula.
DAFTAR PUSTAKA
Chenlystil.blogspot.com.2011/04/Sejarah
perkembangan supervisi pendidikan.
Arikunto, Prof. Dr.
Suharsimi.2004. Dasar-Dasar Supervisi. Jakarta : Rineka
Cipta.
MakawimbangJerry H., Supervisi dan
peningkatan Mutu pendidikan. (Bandung: Alfabeta. 2011)
Sahartian, Prof. Drs. Piet
A.2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar