Jumat, 25 Desember 2015

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM: TRADISI PESANTREN, MADRASAH DAN PENDIDIKAN TINGGI ISLAM

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM: TRADISI PESANTREN, MADRASAH DAN PENDIDIKAN TINGGI ISLAM

Oleh:Hadi Purwanto

A.  Pendahuluan

Kepemimpinan dipahami sebagai segala daya upaya besama untuk mengerakan semua sumber dan alat (resources) yang tersedia dalam suatu oganisasi. Resaouces tersebut dapat tergolongakan menjadi dua bagian besar, yaitu: human resource dan non human resaouces. Dalam lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam yang termasuk salah satu unit organisasi juga terdiri dari berbagai unsur atau sumber, dan manusia lah merupakan unsur terpenting. Untuk itu dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung atas kemampuan pemimpinya untuk menubuhkan iklim kerja sama dengan mudah an dapat menggerakan sumber-sumber daya yang ada sehingga dapat mendaya gunakanya dan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Dengan demikian kehidupan suatu organisasi sangat ditentukan oleh peran seorang pemimpin. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang Mampu menumbuhkan dan mengembangkan usaha kerja sama serta memelihara iklim yang kondusif dalam kehidupan organisasi. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dapat mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi   hubungan manusia.
Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan hubungan.
Adapun batasan penulisan makalah ini agar lebih terarah penulis hanya menjelaskan tentang: (1) Kepemimpinan dalam Pendidikan Islam; (2) Kepemimpinan di Madrasah; (3) Kepemimpinan di Pesantren; (4) Kepemimpinan di Pendidikan Tinggi Islam.


B.  Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam
Dalam bahasa inggris kepemimpinan sering disebut leader dari akar kata to lead dan kegiatannya disebut kepemimpinan atau leadership. Dalam kata kerja to lead tersebut terkandung dalam beberapa makna yang saling berhubungan erat yaitu, bergerak lebih cepat, berjalan ke depan, mengambil langkah petama, berbuat paling dulu, mempelopori, mengarahkan pikiran atau pendapat orang lain, membimbing, menuntun menggerakkan orang lain lebih awal, berjalan lebih depan, mengambil langkah pertama, berbuat paling dulu, mempelopori suatu tindakan, mengarahkan pikiran atau pendapat, menuntun dan menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya.
Sedangkan menurut istilah kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan. Dalam mempengaruhi aktifitasnya individu pemimpin menggunakan kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan karakteristik, dan Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas dan moral kelompok.
Istilah kepemimpinan pendidikan mengandung dua pengetian, dimana kata “Pendidikan” menerangkan dilapangan apa dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, dan sekaligus menjelaskan pula sifat atau, ciri-ciri kepemimpinan.
Dengan demikian kepemimpinan pendidikan merupakan perpaduan antara konsep kepemimpinan dan pendidikan yang keduanya mempunyai pengertian sendiri-sendiri, yang pada akhirnya terpadu dalam bentuk keilmuan yang menunjukkan ciri-ciri khusus dari suatu bentuk kepemimpinan secara umum.
Kepemimpinan pendidikan juga berarti  sebagai bentuk kemampuan dalam proses mempengaruhi, menggerakkan, memotivasi, mengkoordinir orang lain yang ada hubungannya dengan ilmu pendidikan dan pengajaran agar supaya kegiatan yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.
Kepemimpinan di bidang pendidikan juga memiliki pengertian bahwa pemimpin harus memiliki keterampilan dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pelaksanaan  dan pengembangan pendidikan dan pengajaran ataupun pelatihan agar segenap kegiatan dapat berjalan secara efektif dan efisien yang pada gilirannya akan mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan.
Adapun tipe-tipe kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut:
1.   Otokratis, merupakan Pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang oleh seseorang yang berkuasa secara penuh dan tidak terbatas masanya. Sedangkan yang memegang kekuasaan di sebut otokrat yang biasanya di jabat oleh pemimpin yang berstatus sebagai raja atau yang menggunakan sistem kerajaan.
2.   Demokratis, pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanan tujuanya.
3.   Partisifativ adalah suatu cara memimpin yang memungkinkan para bawahan turut serta dalam proses pengambilan keputusan, bila ternyata proses tadi mempengaruhi kelompok, atau bila memang kelompok (bawahan) ini mampu turut berperan dalam pengambilan keputusan.
4.   Laisser faire (bebas) seorang pemimpin akan meletakan tanggung jawab pengambilan keputusan sepenuhnya kepada para bawahan. Disini pemimpin hanya sedikit saja atau hampir sama sekali tidak memberikan pengarahan.

C.  Kepemimipinan di Madrasah
Madrasah sebagai lembaga pendidikan dalam bentuk pendidikan formal sudah dikenal sejak awal abad ke-11 atau 12 M, atau abad ke 5 – 6 H, yaitu sejak dikenalnya Madrasah Nizhamiyah yang didirikan di Bagdad oleh Nizam al-Mulk, seorang wazir dari Dinasti saljuk.
Sedangkan di Indonesia madrasah adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang baru dan muncul pada abad ke XX. Berbeda dengan di Timur Tengah dimana madrasah adalah sebuah lembaga pendidikan tinggi sedangkan madrasah di Indonesia adalah lembaga pendidikan dasar dan menengah.  Adapun Madrasah pertama di Indonesia adalah Madrasah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah pada tahun 1907M di Padang Panjang Sumatera Barat.
Sebuah Madrasah dipimpin oleh seorang kepala madrsah. Kepala madrasah mempunyai pengertian dan fungsi yang sama dengan kepala sekolah. Perbedaannya hanya terdapat pada tempat lembaga pendidikan yang dipimpimpinnya.
Kepala Madrasah/ kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi ineraksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Adapun istilah kepala sekolah berasal dari dua kata kepala dan sekolah. Kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin. Sedangkan sekolah diarikan sebuah lembaga yang didalamnya terdapat aktivitas belajar mengajar. Sekolah juga merupakan lingkungan hidup sesudah rumah, di mana anak tinggal beberapa jam, tempat tinggal anak yang pada umumnya pada masa perkembangan, dan lembaga pendidikan dan tempat yang berfungsi mempersiapkan anak untuk menghadapi hidup.
Dengan demikian kepala sekolah adalah seorang  tenaga professional atau guru yang diberikan  tugas untuk memimpin suau sekolah dimana sekolah menjadi tempat interaksi antara guru yang memberi pelajaran siswa yang menerima pelajaran, orang tua sebagai harapan, pengguna lulusan sebagai penerima kepuasan dan masyarakat umum sebagai kebanggaan.


Indikator Kepemimpinan Kepala sekolah Efektif
Kepala sekolah efektif sedikitnya harus mengetahui, menyadari dan memahami tiga hal, yaitu: (1) mengapa pendidikan yang berkualitas diperlukan di sekolah, (2) apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas sekolah, dan (3) bagaimana mengelola sekolah secara efektif untuk mencapai prestasi yang tinggi. Kemampuan menjawab ketiga pertanyaan tersebut dapat dijadikan tolak ukur sebagai standar kelayakan seseorang dapat menjadi kepala sekolah yang efektif atau tidak.
Indicator kepala sekolah efektif secara umum dapat diamatai dari tiga hal pokok sebagai berikut: (1) komitmen terhadap visi sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, (2) menjadikan visi sekolah sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah, dan (3) senantiasa memfokuskan kegiatannya terhadap pembelajaran dan kinerja guru di kelas.
Selain tiga indicator di atas, terdapat pula indikator-indikator kepemimpinan kepala sekolah yang efektif sebagai berikut:
1.      Menetapkan pendekatan kepemimpinan partisipatif terutama dalam proses pengambilan keputusan.
2.      Memiliki gaya kepemimpinan yang demokratis, lugas dan terbuka.
3.      Menyiapkan waktu untuk berkomunikasi secara terbuka dengan para guru, peserta didik dan warga sekolah lainnya.
4.      Menekannkan kepada guru dan seluruh warga sekolah untuk memenuhi norma-norma pembelajaran dengan disiplin yang tinggi.
5.      Memantau kemajuan belajar peserta didik melalui guru sesering mungkin berdasarkan data prestasi belajar.
6.      Menyelenggarakan pertemuan secara aktif, berkala dan berkesinambungan dengan komite sekolah, guru dan warga sekolah lainnya mengenai topic-topik yang memerlukan perhatian.
7.      Membimbing dan mengarahkan guru dalam memecahkan masalah-masalah kerjanya, dan bersedia memberikan bantuan secara proporsional dan professional.
8.      Mengalokasikan dana yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan program pembelajaran sesuai prioritas dan peruntukkannya.
9.      Melakukan berbagai kunjungan kelas untuk mengamati kegiatana pembelajaran secara langsung.
10.  Memberikan dukungan kepada para guru untuk menegakkan disiplin peserta didik.
11.  Memperhatikan kebutuhan peserta didik, guru, staf, orang tua dan masyarakat sekitar sekolah.
12.  Menunjukkan sikap dan prilaku teladan yang dapat menjadi panutan atau model bagi guru, peserta didik, dan seluruh warga sekolah.
13.  Memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh warga sekolah dan masyarakat untuk berkonsultasi dan berdiskusi mengenai permaslahan yang dihadapi berkaitan dengan pendidikan dan pemebelajaran di sekolah.
14.  Mengarahkan perubahan dan inovasi dalam organisasi.
15.  Membangun kelompok kerja aktif, kreatif dan produktif.
16.  Menjamin kebutuhan peserta didik, guru, staf, orang tua dan masyarakat sebagai pusat kebijakan.
17.  Memiliki komitmen yang jelas terhadap penjaminan mutu lulusan
18.  Memberikan ruang pemberdayaan sekolah kepada seluruh warga sekolah.
Sebagai pemimpin lembaga pendidikan, kepala sekolah mempunyai tugas melaksanakan fungsi kepemimpinannya baik fungsi yang berhubungan dengan pencapaian tujuan maupun penciptaan iklim sekolah yang kondusif sehingga tercipta dan terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik.
D.  Kepemimpinan Pesantren
Pesantren telah hadir pada abad ke-15 seiring masuknya Islam ke Indonesia. Namun ada yang menyebutkan bahwa berdirinya pesantren itu pada awal abad ke-18. Apabila teori pertama benar berrti usia pesantren sekitar enam abad (600 tahun), dan jika teori kedua yang benar berrti usianya mencapai sekitar tiga abad (300 tahun). Bila mendasarkan pada teori kedua saja berarti usia pesantren telah mencapai sekitar enam kali lipat usia rata-rata orang Indonesia. Sebuah usia yang sangat tua untuk ukuran usia lembaga pendidikan.
Hampir diseluruh pelosok nusantara khususnya di pusat-pusat kerajaan Islam, terdapat lembaga pendidikan yang kurang lebih serupa dengan pesantren, meski dengan nama yang berbeda-beda, seperti meunasah di Aceh, Surau di Minangkabau, dan Pesantren sendiri di Jawa. Namaun kapan kepastian awal sejarah kemunculan dan asal usul pesantren masih kabur.
Pada permulaan berdirinya bentuk pesantren sangatlah sederhana. Kegiatan pengajian diselenggarakan di dalam masjid yang dipimpin oleh seorang kiayi sebagai guru dengan beberapa santri sebagai muridnya. Mereka yang menjadi kiayi biasanya sudah pernah bermukimbertahun-tahun untuk mengaji dan mendalami pengetahuan agama di Mekkah atau Madinah. Atau setidaknya pernah berguru kepada seorang wali atau kiai terkenal di Nusantara, lkemudian bermukim di suatu desa dengan mendirikan langgar yang dipergunakan sebagai tempat untuk shalat berjamaah.
Kiayi adalah komponen paling penting yang amat menentukan keberhasilan pendidikan di pesantren. Ini terkait erat dengan keberadaan kiayi yang umumnya adalah pendiri pesantren atau merupakan keturunan dari pendiri peantren. Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan suatu pondok pesantren amat tergantung pada figur sang Kiayi. Makanya tidak heran apabila figur sang Kiayi dijadikan salah satu pertimbangan dalam memilih pondok pesantren.
Kiayi atau ulama sosok yang disegani di tengah masyarakat, agaknya masih dipandang sebagai profil nyang unik, sehingga tetap penting dan menarik untuk terus diperbincangkan. Bahkan, untuk memahami profil Kiayi sejumlah pakartertarik untuk memberikan sebagai definisi seputar makna Kiayi, yang ternyata sangat bervariasi. Ziemek, misalnya memnjelaskan bahwa Kiayi dalam bahasa Jawa memiliki makna yang luas. Sebutan Kiayi lazim digunakandalam masyarakat, baik untuk benda atau materi maupun manusia, yang diukur dengan sifat-sifat istimewa, dank arena dihormati.
Sedangkan Dhofier memberikan uraian lebih jelas lagi, dengan mengatakan bahwa perkataan Kiayi,  dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gelar yang saling berbeda: (1) sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; seperti “Kiai Garuda Kencana” dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di Keraton Yogyakarta, (2) gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya, (3) gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya (selain gelar kiai, ia juga sering disebut ‘alim).
Patut dicermati adanya sebagian pakar yang membedakan istilah kiai, ulama, dan ahli agama. Menurut mereka, kiai adalah ulama yang memiliki pesantren dan santri, sedangkan ulama belum tentu memiliki pesantren. Sementara itu, di masyarakat juga ada orang yang dipanggil ahli agama, tetapi tidak pernah disebut ulama. Perbedaan ketiga istilah ini, agaknya dilatarbelakangi oleh perbedaan pendidikan, bidang keahlian, sikap hidup, dan orientasi pemikiran.
Terkait dengan sistem pendidikan pesantren, terkadang sebuah pesantren hanya dikelola oleh seoarang Kiayi dengan dibantuoleh beberapa ustadz. Di bawah bimbingan Kiayi, para ustadz mengajar santri tingkat dasr dan menengah. Namun ada juga yng dikelola oleh beberapa kiayi yang masih dalam satu keluarga besar yang dipimpin oleh seorang Kiayi Sepuh (senior).
Proses pergantian kepemimpinan pesantren pun pada umumnya didasarkan pada garis keturunan. Kedudukan Kiayi sebagai pemimpin pesantren akan digantikan puteranya manakala sang kiayi sudah uzur atau meninggal dunia. Namun terkadang ada juga kepemimpinan Kiayi yang digantikan santri terpandai yang telah diangkat sebagai menantu. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, ada juga pesantren yang menerapkan system kepemimpinan kolektif yang dipilih dan ditetapkan oleh Dewan Wakaf atau Dewan Nadzir.

E.  Kepemimpinan di Pendidikan Tinggi Islam
Pendidikan tinggi Islam baru dikenal di Indonesia pada akhir pemerintahan Jepang, tepatnya pada tanggal 8 Juli 1945M bertepatan dengan tanggal 27 Rajab 1346H diresmikan berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI).
Pada institusi pendidikan tinggi lebih tepat dipergunakan gaya kepemimpinan partisipatif dimana pemimpin tertinggi melibatkan para wakilnya dalam pengambilan keputusan, jabatan setingkat Ketua Program Studi dan kepala bagian berhak memberikan usulan dalam pengambilan keputusan demikian pula halnya dengan para dosen boleh memberikan usulan melalui ketua program studi dan staf administrasi memberikan usulan melalui kepala bagian terkait.
Kepimpinan partisipatif ini banyak memberikan keuntungan yaitu terutama dapat secara efektif menggantikan hirarki, membangun kader leadership talent dan mendukung manajemen perubahan secara efektif. Keberadaan manfaat tersebut bergantung kepada partisipan, banyaknya pengaruh yang dimiliki partisipan, dan aspek-aspek lain situasi keputusan.
Melibatkan orang lain dalam pengambilan keputusan cenderung meningkatkan kualitas keputusan ketika partisipan memiliki informasi dan pengetahuan yang tidak dimiliki atasannya dan bersedia bekerja sama dalam menemukan solusi yang baik untuk masalah yang dihadapi.

F.   Penutup
Dari uraian makalah di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.   kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan.
2.   Kepemimpinan pendidikan juga berarti  sebagai bentuk kemampuan dalam proses mempengaruhi, menggerakkan, memotivasi, mengkoordinir orang lain yang ada hubungannya dengan pendidikan
3.   tipe-tipe kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut: (1). Otokratis (2) Demokratis (3) Partisifativ dan (4) Laisser faire
4.   Kepala Madrasah/ kepala sekolah adalah  seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi ineraksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
5.   Indicator kepala sekolah efektif secara umum dapat diamatai dari tiga hal pokok sebagai berikut: (1) komitmen terhadap visi sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, (2) menjadikan visi sekolah sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah, dan (3) senantiasa memfokuskan kegiatannya terhadap pembelajaran dan kinerja guru di kelas.
6.   Kiayi,  adalah  gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya (selain gelar kiai, ia juga sering disebut ‘alim).
7.   Pada institusi pendidikan tinggi lebih tepat dipergunakan gaya kepemimpinan partisipatif dimana pemimpin tertinggi melibatkan para wakilnya dalam pengambilan keputusan, jabatan setingkat Ketua Program Studi dan kepala bagian berhak memberikan usulan dalam pengambilan keputusan demikian pula halnya dengan para dosen boleh memberikan usulan melalui ketua program studi dan staf administrasi memberikan usulan melalui kepala bagian terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Daeng dan Pipin Arifin, Sekolah Mandiri dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Al-Kasyaf, 2010), h. 73.

Dauly, Haidar Putra, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2009), h. 56.

Isjoni,  Manajemen Kepemimpinan dalam Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007), h. 57.

Mahmud, Model-model Pembelajaran di Pesantren, (Tangerang: Media Nusantara, 2006), h. 2.

Mulyasa, Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta, Bumi Aksara, 2013),  h. 19

Nata, Abuddin (ed), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 198.

Nurudin, Mukhamad, Leadership dalam Pendidikan Islam, dalam www.adinnurudin.blogspot.com/2013/02/leadership-dalam-pendidikan-islam.html

Qomar, Mujammil, Pengembangan Sistem Pendidikan Pesantren dalam Perubahan Sosial, dalam Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan EDUKASI,( volume 8 nomor 1, Januari-April 2010), h. 3911.

Rivai, Vaitzal, Memimpin Dalam Abad ke-21, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 253

Shaleh, Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 11.

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah tinjauan teoritik dan permasalahan, (Jakarts: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 33.

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah tinjauan teoritik dan permasalahan, (Jakarts: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 83.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar