KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM: TRADISI PESANTREN,
MADRASAH DAN PENDIDIKAN TINGGI ISLAM
Oleh:Hadi Purwanto
A. Pendahuluan
Kepemimpinan
dipahami sebagai segala daya upaya besama untuk mengerakan semua sumber dan
alat (resources) yang tersedia dalam suatu oganisasi. Resaouces
tersebut dapat tergolongakan menjadi dua bagian besar, yaitu: human
resource dan non human resaouces. Dalam lembaga pendidikan,
khususnya lembaga pendidikan Islam yang termasuk salah satu unit organisasi
juga terdiri dari berbagai unsur atau sumber, dan manusia lah merupakan unsur
terpenting. Untuk itu dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya suatu organisasi
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung atas kemampuan
pemimpinya untuk menubuhkan iklim kerja sama dengan mudah an dapat menggerakan
sumber-sumber daya yang ada sehingga dapat mendaya gunakanya dan dapat berjalan
secara efektif dan efisien.
Dengan
demikian kehidupan suatu organisasi sangat ditentukan oleh peran seorang
pemimpin. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang Mampu menumbuhkan
dan mengembangkan usaha kerja sama serta memelihara iklim yang kondusif dalam
kehidupan organisasi. Kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang dapat
mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi hubungan
manusia.
Kepemimpinan
yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai tidaknya tujuan organisasi
karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja yang dipimpinnya. Kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari
kepemimpinan. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep
kekuasaan. Dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi
perilaku para pengikutnya. Terdapat beberapa sumber dan bentuk kekuasaan, yaitu
kekuasaan paksaan, legitimasi, keahlian, penghargaan, referensi, informasi, dan
hubungan.
Adapun batasan penulisan makalah ini agar lebih
terarah penulis hanya menjelaskan tentang: (1) Kepemimpinan dalam Pendidikan
Islam; (2) Kepemimpinan di Madrasah; (3) Kepemimpinan di Pesantren; (4) Kepemimpinan
di Pendidikan Tinggi Islam.
B. Kepemimpinan Dalam Pendidikan
Islam
Dalam
bahasa inggris kepemimpinan sering disebut leader dari akar kata to lead dan kegiatannya disebut kepemimpinan
atau leadership. Dalam kata kerja to lead tersebut terkandung
dalam beberapa makna yang saling berhubungan erat yaitu, bergerak lebih cepat,
berjalan ke depan, mengambil langkah petama, berbuat paling dulu, mempelopori,
mengarahkan pikiran atau pendapat orang lain, membimbing, menuntun menggerakkan
orang lain lebih awal, berjalan lebih depan, mengambil langkah pertama, berbuat
paling dulu, mempelopori suatu tindakan, mengarahkan pikiran atau pendapat,
menuntun dan menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya.
Sedangkan
menurut istilah kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktivitas individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan. Dalam mempengaruhi aktifitasnya
individu pemimpin menggunakan kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan
karakteristik, dan Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas dan moral
kelompok.
Istilah
kepemimpinan pendidikan mengandung dua pengetian, dimana kata “Pendidikan”
menerangkan dilapangan apa dan dimana kepemimpinan itu berlangsung, dan
sekaligus menjelaskan pula sifat atau, ciri-ciri
kepemimpinan.
Dengan
demikian kepemimpinan pendidikan merupakan perpaduan antara konsep kepemimpinan
dan pendidikan yang keduanya mempunyai pengertian sendiri-sendiri, yang pada
akhirnya terpadu dalam bentuk keilmuan yang menunjukkan ciri-ciri khusus dari
suatu bentuk kepemimpinan secara umum.
Kepemimpinan
pendidikan juga berarti sebagai
bentuk kemampuan dalam proses mempengaruhi, menggerakkan, memotivasi,
mengkoordinir orang lain yang ada hubungannya dengan ilmu pendidikan dan pengajaran
agar supaya kegiatan yang dijalankan dapat lebih efektif dan efisien dalam
pencapaian tujuan pendidikan dan pengajaran.
Kepemimpinan
di bidang pendidikan juga memiliki pengertian bahwa pemimpin harus memiliki
keterampilan dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan, dan
menggerakkan orang lain yang ada hubungannya dengan pelaksanaan dan pengembangan pendidikan dan
pengajaran ataupun pelatihan agar segenap kegiatan dapat berjalan secara
efektif dan efisien yang pada gilirannya akan mencapai tujuan pendidikan dan
pengajaran yang telah ditetapkan.
Adapun
tipe-tipe kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut:
1.
Otokratis, merupakan
Pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang oleh seseorang yang berkuasa secara
penuh dan tidak terbatas masanya. Sedangkan yang memegang kekuasaan di sebut
otokrat yang biasanya di jabat oleh pemimpin yang berstatus sebagai raja atau
yang menggunakan sistem kerajaan.
2.
Demokratis, pemimpin
yang demokratis menganggap dirinya sebagian dari kelompoknya dan bersama-sama
dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang pelaksanan tujuanya.
3. Partisifativ adalah
suatu cara memimpin yang memungkinkan para bawahan turut serta dalam proses
pengambilan keputusan, bila ternyata proses tadi mempengaruhi kelompok, atau
bila memang kelompok (bawahan) ini mampu turut berperan dalam pengambilan
keputusan.
4.
Laisser faire (bebas) seorang pemimpin akan meletakan
tanggung jawab pengambilan keputusan sepenuhnya kepada para bawahan. Disini
pemimpin hanya sedikit saja atau hampir sama sekali tidak memberikan
pengarahan.
C. Kepemimipinan di Madrasah
Madrasah sebagai lembaga pendidikan dalam bentuk
pendidikan formal sudah dikenal sejak awal abad ke-11 atau 12 M, atau abad ke 5
– 6 H, yaitu sejak dikenalnya Madrasah Nizhamiyah yang didirikan di Bagdad oleh
Nizam al-Mulk, seorang wazir dari Dinasti saljuk.
Sedangkan di Indonesia madrasah adalah sebuah lembaga
pendidikan Islam yang baru dan muncul pada abad ke XX. Berbeda dengan di Timur
Tengah dimana madrasah adalah sebuah lembaga pendidikan tinggi sedangkan
madrasah di Indonesia adalah lembaga pendidikan dasar dan menengah. Adapun Madrasah pertama di Indonesia adalah
Madrasah Adabiyah yang didirikan oleh Syekh Abdullah pada tahun 1907M di Padang
Panjang Sumatera Barat.
Sebuah
Madrasah dipimpin oleh seorang kepala madrsah. Kepala madrasah mempunyai
pengertian dan fungsi yang sama dengan kepala sekolah. Perbedaannya hanya
terdapat pada tempat lembaga pendidikan yang dipimpimpinnya.
Kepala
Madrasah/ kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional
guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan
proses belajar mengajar atau tempat dimana terjadi ineraksi antara guru yang
memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Adapun
istilah kepala sekolah berasal dari dua kata kepala dan sekolah. Kepala dapat
diartikan ketua atau pemimpin. Sedangkan sekolah diarikan sebuah lembaga yang
didalamnya terdapat aktivitas belajar mengajar. Sekolah juga merupakan
lingkungan hidup sesudah rumah, di mana anak tinggal beberapa jam, tempat
tinggal anak yang pada umumnya pada masa perkembangan, dan lembaga pendidikan
dan tempat yang berfungsi mempersiapkan anak untuk menghadapi hidup.
Dengan
demikian kepala sekolah adalah seorang tenaga
professional atau guru yang diberikan tugas untuk memimpin suau sekolah
dimana sekolah menjadi tempat interaksi antara guru yang memberi pelajaran
siswa yang menerima pelajaran, orang tua sebagai harapan, pengguna lulusan
sebagai penerima kepuasan dan masyarakat umum sebagai kebanggaan.
Indikator
Kepemimpinan Kepala sekolah Efektif
Kepala
sekolah efektif sedikitnya harus mengetahui, menyadari dan memahami tiga hal,
yaitu: (1) mengapa pendidikan yang berkualitas diperlukan di sekolah, (2) apa
yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas sekolah, dan (3)
bagaimana mengelola sekolah secara efektif untuk mencapai prestasi yang tinggi.
Kemampuan menjawab ketiga pertanyaan tersebut dapat dijadikan tolak ukur
sebagai standar kelayakan seseorang dapat menjadi kepala sekolah yang efektif
atau tidak.
Indicator
kepala sekolah efektif secara umum dapat diamatai dari tiga hal pokok sebagai
berikut: (1) komitmen terhadap visi sekolah dalam menjalankan tugas dan
fungsinya, (2) menjadikan visi sekolah sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin
sekolah, dan (3) senantiasa memfokuskan kegiatannya terhadap pembelajaran dan
kinerja guru di kelas.
Selain tiga indicator di atas, terdapat pula
indikator-indikator kepemimpinan kepala sekolah yang efektif sebagai berikut:
1.
Menetapkan pendekatan kepemimpinan partisipatif terutama dalam proses
pengambilan keputusan.
2.
Memiliki gaya kepemimpinan yang demokratis, lugas dan terbuka.
3.
Menyiapkan waktu untuk berkomunikasi secara terbuka dengan para guru,
peserta didik dan warga sekolah lainnya.
4.
Menekannkan kepada guru dan seluruh warga sekolah untuk memenuhi
norma-norma pembelajaran dengan disiplin yang tinggi.
5.
Memantau kemajuan belajar peserta didik melalui guru sesering mungkin
berdasarkan data prestasi belajar.
6.
Menyelenggarakan pertemuan secara aktif, berkala dan berkesinambungan
dengan komite sekolah, guru dan warga sekolah lainnya mengenai topic-topik yang
memerlukan perhatian.
7.
Membimbing dan mengarahkan guru dalam memecahkan masalah-masalah
kerjanya, dan bersedia memberikan bantuan secara proporsional dan professional.
8.
Mengalokasikan dana yang diperlukan untuk menjamin pelaksanaan program
pembelajaran sesuai prioritas dan peruntukkannya.
9.
Melakukan berbagai kunjungan kelas untuk mengamati kegiatana
pembelajaran secara langsung.
10. Memberikan dukungan kepada para guru untuk menegakkan
disiplin peserta didik.
11. Memperhatikan kebutuhan peserta didik, guru, staf,
orang tua dan masyarakat sekitar sekolah.
12. Menunjukkan sikap dan prilaku teladan yang dapat
menjadi panutan atau model bagi guru, peserta didik, dan seluruh warga sekolah.
13. Memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh warga
sekolah dan masyarakat untuk berkonsultasi dan berdiskusi mengenai permaslahan
yang dihadapi berkaitan dengan pendidikan dan pemebelajaran di sekolah.
14. Mengarahkan perubahan dan inovasi dalam organisasi.
15. Membangun kelompok kerja aktif, kreatif dan produktif.
16. Menjamin kebutuhan peserta didik, guru, staf, orang
tua dan masyarakat sebagai pusat kebijakan.
17. Memiliki komitmen yang jelas terhadap penjaminan mutu
lulusan
18. Memberikan ruang pemberdayaan sekolah kepada seluruh
warga sekolah.
Sebagai pemimpin lembaga pendidikan, kepala sekolah
mempunyai tugas melaksanakan fungsi kepemimpinannya baik fungsi yang
berhubungan dengan pencapaian tujuan maupun penciptaan iklim sekolah yang
kondusif sehingga tercipta dan terlaksananya proses belajar mengajar dengan
baik.
D. Kepemimpinan Pesantren
Pesantren
telah hadir pada abad ke-15 seiring masuknya Islam ke Indonesia. Namun ada yang
menyebutkan bahwa berdirinya pesantren itu pada awal abad ke-18. Apabila teori
pertama benar berrti usia pesantren sekitar enam abad (600 tahun), dan jika
teori kedua yang benar berrti usianya mencapai sekitar tiga abad (300 tahun).
Bila mendasarkan pada teori kedua saja berarti usia pesantren telah mencapai
sekitar enam kali lipat usia rata-rata orang Indonesia. Sebuah usia yang sangat
tua untuk ukuran usia lembaga pendidikan.
Hampir
diseluruh pelosok nusantara khususnya di pusat-pusat kerajaan Islam, terdapat
lembaga pendidikan yang kurang lebih serupa dengan pesantren, meski dengan nama
yang berbeda-beda, seperti meunasah di Aceh, Surau di Minangkabau, dan
Pesantren sendiri di Jawa. Namaun kapan kepastian awal sejarah kemunculan dan
asal usul pesantren masih kabur.
Pada
permulaan berdirinya bentuk pesantren sangatlah sederhana. Kegiatan pengajian
diselenggarakan di dalam masjid yang dipimpin oleh seorang kiayi sebagai guru
dengan beberapa santri sebagai muridnya. Mereka yang menjadi kiayi biasanya
sudah pernah bermukimbertahun-tahun untuk mengaji dan mendalami pengetahuan agama
di Mekkah atau Madinah. Atau setidaknya pernah berguru kepada seorang wali atau
kiai terkenal di Nusantara, lkemudian bermukim di suatu desa dengan mendirikan
langgar yang dipergunakan sebagai tempat untuk shalat berjamaah.
Kiayi
adalah komponen paling penting yang amat menentukan keberhasilan pendidikan di
pesantren. Ini terkait erat dengan keberadaan kiayi yang umumnya adalah pendiri
pesantren atau merupakan keturunan dari pendiri peantren. Dengan demikian
pertumbuhan dan perkembangan suatu pondok pesantren amat tergantung pada figur
sang Kiayi. Makanya tidak heran apabila figur sang Kiayi dijadikan salah satu
pertimbangan dalam memilih pondok pesantren.
Kiayi
atau ulama sosok yang disegani di tengah masyarakat, agaknya masih dipandang
sebagai profil nyang unik, sehingga tetap penting dan menarik untuk terus
diperbincangkan. Bahkan, untuk memahami profil Kiayi sejumlah pakartertarik
untuk memberikan sebagai definisi seputar makna Kiayi, yang ternyata sangat
bervariasi. Ziemek, misalnya memnjelaskan bahwa Kiayi dalam bahasa Jawa
memiliki makna yang luas. Sebutan Kiayi lazim digunakandalam masyarakat, baik
untuk benda atau materi maupun manusia, yang diukur dengan sifat-sifat
istimewa, dank arena dihormati.
Sedangkan
Dhofier memberikan uraian lebih jelas lagi, dengan mengatakan bahwa perkataan
Kiayi, dalam bahasa Jawa dipakai untuk
tiga jenis gelar yang saling berbeda: (1) sebagai gelar kehormatan bagi
barang-barang yang dianggap keramat; seperti “Kiai Garuda Kencana” dipakai
untuk sebutan kereta emas yang ada di Keraton Yogyakarta, (2) gelar kehormatan
bagi orang-orang tua pada umumnya, (3) gelar yang diberikan oleh masyarakat
kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren
dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya (selain gelar kiai, ia
juga sering disebut ‘alim).
Patut
dicermati adanya sebagian pakar yang membedakan istilah kiai, ulama, dan ahli
agama. Menurut mereka, kiai adalah ulama yang memiliki pesantren dan santri,
sedangkan ulama belum tentu memiliki pesantren. Sementara itu, di masyarakat
juga ada orang yang dipanggil ahli agama, tetapi tidak pernah disebut ulama.
Perbedaan ketiga istilah ini, agaknya dilatarbelakangi oleh perbedaan
pendidikan, bidang keahlian, sikap hidup, dan orientasi pemikiran.
Terkait
dengan sistem pendidikan pesantren, terkadang sebuah pesantren hanya dikelola
oleh seoarang Kiayi dengan dibantuoleh beberapa ustadz. Di bawah bimbingan
Kiayi, para ustadz mengajar santri tingkat dasr dan menengah. Namun ada juga
yng dikelola oleh beberapa kiayi yang masih dalam satu keluarga besar yang
dipimpin oleh seorang Kiayi Sepuh (senior).
Proses
pergantian kepemimpinan pesantren pun pada umumnya didasarkan pada garis
keturunan. Kedudukan Kiayi sebagai pemimpin pesantren akan digantikan puteranya
manakala sang kiayi sudah uzur atau meninggal dunia. Namun terkadang ada juga
kepemimpinan Kiayi yang digantikan santri terpandai yang telah diangkat sebagai
menantu. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, ada juga pesantren yang
menerapkan system kepemimpinan kolektif yang dipilih dan ditetapkan oleh Dewan
Wakaf atau Dewan Nadzir.
E. Kepemimpinan di Pendidikan Tinggi
Islam
Pendidikan tinggi Islam baru dikenal di Indonesia pada
akhir pemerintahan Jepang, tepatnya pada tanggal 8 Juli 1945M bertepatan dengan
tanggal 27 Rajab 1346H diresmikan berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI).
Pada institusi pendidikan tinggi lebih tepat dipergunakan
gaya kepemimpinan partisipatif dimana pemimpin tertinggi melibatkan
para wakilnya dalam pengambilan keputusan, jabatan setingkat Ketua Program
Studi dan kepala bagian berhak memberikan usulan dalam pengambilan keputusan
demikian pula halnya dengan para dosen boleh memberikan usulan melalui ketua
program studi dan staf administrasi memberikan usulan melalui kepala bagian
terkait.
Kepimpinan partisipatif ini banyak memberikan keuntungan yaitu
terutama dapat secara efektif menggantikan hirarki, membangun kader leadership
talent dan mendukung manajemen perubahan secara efektif. Keberadaan manfaat tersebut
bergantung kepada partisipan, banyaknya pengaruh yang dimiliki partisipan, dan
aspek-aspek lain situasi keputusan.
Melibatkan orang lain dalam
pengambilan keputusan cenderung meningkatkan kualitas keputusan ketika partisipan
memiliki informasi dan pengetahuan yang tidak dimiliki atasannya dan bersedia
bekerja sama dalam menemukan solusi yang baik untuk masalah yang dihadapi.
F. Penutup
Dari uraian makalah di atas maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
aktivitas individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam
situasi yang telah ditetapkan.
2. Kepemimpinan pendidikan juga berarti sebagai bentuk kemampuan dalam proses
mempengaruhi, menggerakkan, memotivasi, mengkoordinir orang lain yang ada
hubungannya dengan pendidikan
3. tipe-tipe kepemimpinan dapat dibedakan sebagai
berikut: (1). Otokratis (2) Demokratis (3) Partisifativ dan (4) Laisser faire
4. Kepala Madrasah/ kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi
tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar
mengajar atau tempat dimana terjadi ineraksi antara guru yang memberi pelajaran
dan murid yang menerima pelajaran.
5. Indicator kepala sekolah efektif secara umum
dapat diamatai dari tiga hal pokok sebagai berikut: (1) komitmen terhadap visi
sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya, (2) menjadikan visi sekolah
sebagai pedoman dalam mengelola dan memimpin sekolah, dan (3) senantiasa
memfokuskan kegiatannya terhadap pembelajaran dan kinerja guru di kelas.
6. Kiayi,
adalah gelar yang diberikan oleh
masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin
pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya (selain gelar
kiai, ia juga sering disebut ‘alim).
7. Pada institusi pendidikan tinggi lebih tepat dipergunakan gaya kepemimpinan partisipatif
dimana pemimpin tertinggi melibatkan para wakilnya dalam pengambilan keputusan, jabatan
setingkat Ketua Program Studi dan kepala bagian berhak memberikan usulan dalam
pengambilan keputusan demikian pula halnya dengan para dosen boleh memberikan
usulan melalui ketua program studi dan staf administrasi memberikan usulan
melalui kepala bagian terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,
Daeng dan Pipin Arifin, Sekolah Mandiri dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,
(Bandung: Pustaka Al-Kasyaf, 2010), h. 73.
Dauly,
Haidar Putra, Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Rieneka Cipta, 2009), h. 56.
Isjoni,
Manajemen Kepemimpinan dalam Pendidikan, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2007), h. 57.
Mahmud,
Model-model Pembelajaran di Pesantren, (Tangerang: Media Nusantara,
2006), h. 2.
Mulyasa,
Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta, Bumi Aksara,
2013), h. 19
Nata,
Abuddin (ed), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2001), h. 198.
Nurudin,
Mukhamad, Leadership dalam Pendidikan Islam, dalam www.adinnurudin.blogspot.com/2013/02/leadership-dalam-pendidikan-islam.html
Qomar,
Mujammil, Pengembangan Sistem Pendidikan Pesantren dalam Perubahan
Sosial, dalam Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan EDUKASI,(
volume 8 nomor 1, Januari-April 2010), h. 3911.
Rivai,
Vaitzal, Memimpin Dalam Abad
ke-21, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 253
Shaleh,
Abdul Rachman, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2006), h. 11.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah
tinjauan teoritik dan permasalahan, (Jakarts: Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 33.
Wahjosumidjo,
Kepemimpinan Kepala Sekolah tinjauan teoritik dan permasalahan,
(Jakarts: Raja Grafindo Persada, 2002), h.
83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar