Jumat, 25 Desember 2015

KONFLIK DALAM ORGANISASI

KONFLIK DALAM ORGANISASI
Oleh: Hadi Purwanto
A.    Pendahuluan
Organisasi sebagai suatu sitem terdiri atas komponen-komponen (subsistem) yang saling berkaitan dan saling bergantung (interdependence) satu sama lain dan dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses interaksi antara satu subsistem dan subsistem lainnya tidak ada jaminan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya sehingga setiap saat ketegangan dapat muncul baik antarindividu maupun antarkelompok dalam organisasi.
Agar organisasi dapat tampil efektif, individu dan kelompok yang saling bergantung itu harus menciptakan hubungan kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi. Akan tetapi selain dapat menciptakan kerja sama, hubungan saling bergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri dan saling bekerja sama antara satu dan lainnya.
Konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari karena itu keberadaan konflik harus diterima sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi.
Konflik menimbulkan akibat-akibat atau resiko-resiko tertentu, di samping juga terkadang membawa dampak positif. Di satu pihak, konflik dapat membahayakan keharmonisan kelompok apabila konflik diantara anggota pada suatu saat muncul menjadi perbuatan yang merusak (destruktif), sehingga konflik itu dapat menghambat upaya bersama untuk memenuhi kebutuhan kelompok/ organisasi dan perorangan. Di pihak lain, konflik dapat menguntungkan kegiatan kelompok apabila hal itu merangsang timbulnya gagasan-gagasan baru untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kelompok, mengarahkan kreativitas kelompok dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan menjaga agar kelompok selalu memedulikan berbagai kepentingan anggotanya. Konflik yang disebut terakhir ini  dapat dimanfaatkan agar kelompok lebih tanggap terhadap kebutuhan anggota.


B.     Pengertian Konflik
Menurut bahasa konflik berasal dari bahasa Inggris conflict yang berarti percekcokan, perselisihan dan pertentangan. Hal ini serupa dengan arti di dalam kamus bahasa Indonesia yang mengartikan konflik sebagai percekcokan, pertentangan dan perselisihan. Konflik merupakan masalah yang serius dalam setiap organisasi dan dapat merugikan kinerja suatu organisasi maupun mendorong kerugian bagi banyak karyawan yang baik. Selain itu konflik dapat pula diartikan dengan perbedaan, pertentangan dan perselisihan.
Selain itu konflik juga dapat dikatakan sebagai suatu proses yang bila suatu pihak mersakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negative, atau akan segera memengaruhi secara negative sesuatu yang diperhatikan pihak pertama. Pengertian ini mencakup rentang yang luas dari konflik yang dialami dalam organisasi, ketidak cocokan tujuan, perbedaan penafsiran kata, ketidaksepakatan yang didasarkan pada penghargaan prilaku dan semacamnya.
Konflik dapat didefinisikan sebagai keadaan interaktif yang termanifestasikan dalam sikap ketidakcocokan, pertentangan, atau perbedaan dengan atau antara pelaku sosial seperti individu-individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, individu-kelompok bahkan individu-organisasi.
Namun secara sederhana konflik dapat didefinisikan  sebagai segala macam bentuk hubungan antara manusia yang mengandung sifat berlawanan.
Selanjutnya pengertian konflik juga dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
1.      Pandangan tradisional
Pandangan ini beranggapan bahwa semua konflik adalah buruk dan negative, disinonimkan dengan istilah kekerasan (violence), yang merugikan, dan harus dihindari dan diatasi.
2.      Pandangan hubungan manusia
Pandangan ini berkeyikan bahwa konflik merupakan hasil wajar dan tidak terelakaan dalam setiap kelompok.
3.      Pandangan interaksional
Pandangan ini berkeyakinan bahwa konflik tidak hanya suatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat bekinerja efektif.

C.    Komponen dan Jenis – Jenis Konflik
Secara umum konflik itu terdiri atas tiga komponen, yaitu:
1.      Kepentingan (interest), yakni sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga dari peran dan statusnya.
2.      Emosi (emotion) yang sering diwujudkan melelui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, penolakan.
3.      Nilai (values), yakni komponen konflik yang paling susah dipecahkan karena nilai itu merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dinyatakan secara nyata. Nilai berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara perilaku manusia
Jenis-jenis konflik dapat dilihat dalam beberapa sudut pandang, yaitu sebagai berikut:
1.      Konflik dilihat dari fungsinya
Berdasarkan fungsinya konflik dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.       Konflik fungsional (functional conflict). Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok, dan memperbaiki kinerja kelompok.
b.      Konflik disfungsional (dysfunctional conflict), yaitu konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Kreteria yang membedakan konflik fungsional atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok, bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, konflik tersebut dikatakan fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan individu, tetapi menurunkan kinerja kelompok, konflik tersebut disfungsional.
2.      Konflik dilihat dari pihak yang terlibat
Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, konflik terbagi menjadi enam macam, yaitu:
a.       Konflik dalam diri individu (conflict within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilij tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas kemempuan.
b.      Konflik antarindividu (conflict among individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personal differences) antar individu yang satu dengan yang lainnya.
c.       Konflik antara individu dan kelompok (conflict among individuals and groups). Kelompok ini terjadi jika individu gagal menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
d.       Konflik antarkelompok dalam organisasi yang sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan masing-masing berupaya untuk mencapainya.
e.       Konflik antarorganisasi (conflict  among organizations). Konflik ini terjadi jika tindakan  yang dilakukan oleh organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam perebutan sumber daya yang sama.
f.       Konflik antarindividu dalam organisasi yang berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang kepala sekolah yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang jurnalis.
3.      Konflik dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi.
Konflik dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi terbagi menjadi empat macam, yaitu:
a.       Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antar karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam sebuah organisasi. Misalnya konflik antara kepala madrasah dan guru biasa.
b.      Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setinggat  dalam organisasi. Misalnya konflik antarguru, atau konflik antarwakil kepala madrasah.
c.       Konflik garis-staf, yaitu konflik yang terjadi antar karyawan lini yang memegang posisi komando, dengan pejabat staf yang berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d.      Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.


D.    Sumber dan Tahapan Konflik
Kehadiran konflik biasanya diawali dengan munculnya bibit konflik, sehingga para pemimpin baik formal maupun informal bertanggung jawab untuk mengidentifikasi sumber dan tipe bibit-bibit konflik secara dini, menganalisa akibat yang harus ditanggung, serta mengidentifikasi kekuatan dan kelemahannya untuk menentukan langkah preventif secara tepat. Jika tahap pertama tidak dapat di atasi dan bibit konflik meningkat, maka anggota organisasi akan semakin jeli terhadap kehadiran bibit tersebut dan sering meninmbulkan dampak emosional.
Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
1.      Biososial: para pakar manjemen menempatkan frustasi-agresi sebagai sumber konflik. Berdasarkan pendekatan ini frustasi sering menghasilkan agresi yang mengarah pada terjadinya konflik. Frustasi juga dihasilkan dari kecenderungan espektasi pencapaian yang lebih cepat dari apa yang seharusnya.
2.      Kepribadian dan interaksi: termasuk di dalamnya kepribadian yang abrasive (suka menghasut), gangguan psikologi, kemiskinan, keterampilan interpersonal, kejengkelan, persaiangan (rivalitas), perbedaan gaya interaksi, ketidak sederajatan hubungan.
3.      Struktural: banyak konflik yang melekat pada struktur organisasi dan masyarakat. Kekuasaan, status dan kelas merupakan hal-hal yang berpotensi menjadi konflik, seperti tentang hak asasi manusia, gender dan sebagainya.
4.      Budaya dan ideologi: intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan dari perbedaan politik, social, agama dan budaya. Konflik ini juga timbul diantara masyarakat karena perbedaan system nilai.
5.      Konvergensi (gabungan): dalam situasi tertentu sumber-sumber konflik itu menjadi satu, sehingga menimbulkan kompleksitas konflik itu sendiri.
Adapun tahapan-tahapan konflik Pada umumnya berlangsung dalam lima tahapan, yaitu:
1.      Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan diantara individu, organisasi dan lingkungan yang merupakan potensi terjadinya konflik.
2.      Tahap terasakan, yaitu kondisi ketika perbedaan yang muncul diraskan oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya.
3.      Pertentangan, yaitu kondisi ketika konflik berkembang menjadi perbedaan pendapat di antara individu atau kelompok yang saling bertentangan.
4.      Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara terbuka.
5.      Akibat konflik, yaitu tahapan ketika konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja organisasi
Konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan, baik secara material maupun nonmaterial. Untuk mencegahnya, harus dipelajari penyebab-penyebabnya antara lain sebagai berikut:
1.      Perbedaan pendapat. Konflik terjadi karena perbedaan pendapat dan masing-masing merasa palin benar.
2.      Salah paham. Konflik dapat terjadi karena salah paham (misunderstanding), misalnya tindakan seseorang mungkin tujuannya baik, tetapi dianggap merugikan oleh phak lain.
3.      Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan, konflik dapat terjadi karena tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan.
4.      Terlalu sensitive. Konflik dapat terjadi karena terlalu sensitive, mungkin tindakan seseorang adalah wajar, tetapi karena pihak lain terlalu sensitive maka dianggap merugikan dan menimbulkan konflik.

E.     Cara-Cara pengendalian Konflik
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa konflik merupakan pertentangan hubungan kemenusiaan, baik secara interpersonal ataupun interpersonal yang diibaratkan seperti api yang dapat membakar dan menjalar kemana-mana dan memusnahkan jika tidak ditangani secara baik. Proses pengendalian konflik ini bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri, apa komponennya dan bersumber dari mana, kemudian menuju tahap realisasi, penghindaran, intervensi, pemilihan strategi  dan implementasi dan evaluasi dampak yang ditimbulkan konflik.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi  atau mengendalikan konflik, yaitu:
1.      Bersabar (lumping), yaitu suatu tindakan yang merujuk pada sikap untuk mengabaikan konflik begitu saja atau dengan kata lain isu-isu dalam konflik itu mudah untuk diabaikan, meskipun hubungan dengan orang yang berkonflik itu berlanjut, karena orang yang berkonflik kekuarangan informasi atau akses hokum yang kuat.
2.      Penghindaran (avoidance), yaitu suatu tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri hubungannya dengan cara meninggalkannya. Keputusan untuk ,meninggalkan konflik itu didasarkan pada perhitungan bahwa konflik yang terjadi atau dibuat tidak memiliki kekuatan secara social, ekonomi dan emosional.
3.      Kekerasan/paksaan (coercion), yaitu suatu tindakan yang diambil dalam mengatasi konflik jika dipandang bahwa dampak yang ditimbulkan membahayakan.
4.      Negosiasi (negotiation), ialah tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga. Kelompok tidak mencari pencapaian solusi dalam term satu aturan, tetapi membuat aturan dapat mengorganisasi hubungannya dengan pihak lain.
5.      Konsiliasi (conciliation), yaitu tindakan untuk membawa semua yang berkonflik ke meja perundingan.  Konsiliator tidak perlu memainkan secara aktif satu bagian dari tahap negosiasi meskipun ia mungkin bisa melakukannya dalam batas diminta oleh yang berkonflik. Konsiliator sering menawarkan kontekstual bagi adanya negosiasi dan bertindak sebagai penengah.
6.      Mediasi (mediation), hal ini menyangkut pihak ketiga yang ikut menangani/ membantu menyelesaikan konflik agar tercapai persetujuan. Pihak ketiga ini bisa dipilih oleh pihak-pihak yang berkonflik atau perwakilan dari luar. Pihak-pihak yang berkonflik itu menyerahkan penyelesaian konflik kepada pihak ketiga tersebut.
7.      Arbitrasi (arbitration), kedua belah pihak yang berkonflik setuju pada keterlibatan pihak ketiga yang memiliki otoritas hokum dan mereka sebelumnya harus setuju untuk menerima keputusannya.
8.      Peradilan (adjudication) hal ini merujuk pada intervensi pihak ketiga yang berwenang untuk campur tangan dalam penyelesaian konflik, apakah pihak-pihak yang berkonflik itu menginginkan atau tidak.
Dalam Islam sebenarnya pengendalian konflik telah dijelaskan pada Surah Anisa ayat  35, yaitu:
÷bÎ)ur óOçFøÿÅz s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr& bÎ) !#yƒÌãƒ $[s»n=ô¹Î) È,Ïjùuqムª!$# !$yJåks]øŠt/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $¸JŠÎ=tã #ZŽÎ7yz  
Artinya:
dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam[1] dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Selain itu terdapat beberapa gaya kepemimpinan dalam manejeman konflik adalah sebagai berikut:
1.      Memaksa (forcing). Perhatian seorang pemimpin yang tinggi terhadap produksi, namun rendah perhatiannya terhadap bawahannya (orang yang dipipimpin). Ia berusaha memaksimalkan produksi tanpa melihat bawahannya.
2.      Konfrontasi (confrontation) perhatian seorang pemimpin yang tinggi terhadap produksi dan bawahannya. ia berupaya berkofrontasi untuk meningkatkan produksi dan dalam waktu bersamaan ia juga berkonfrontasi untuk memperhatikan bawahannya.
3.      Kompromi (compromising) perhatian pemimpin yang sedang (tidak tinggi atau tidak rendah) terhadap produksi dan bawahannya. Ia  mau untuk berkompromi mengenai tingkat produksi organisasi demi memenuhi kesejahteraan bawahannya.
4.      Menarik diri (withdrawal) perhatian seorang pemimpin yang perhatiannya rendah terhadap produksi dan bawahannya. ia lebih senang bersikap secara pasif, seolah-olah tidak terjadi konflik dan tidak mau menghadapi konflik.
5.      Mengakomodasi (smooting) perhatian seorang pemimpin yang rendah terhadap produksi namun tinggi perhatiannya terhadap bawahan. Ia menyerah kepada lawan konfliknya demi hubungan baik dan kesejahteraan bawahannya.

F.     Dampak Konflik
Konflik pada lingkungan sekolah dapat menimbulkan dampak positif dan negatif, serta dapat mendorong inovasi, kreativitas dan adaptasi. Sekolah yang tidak berkembang bisa jadi disebabkan oleh kepala sekolah yang terlalu mudah merasa puas dengan prestasi yang telah dicapai, sehingga kurang peka terhadap perubahan lingkungan, dan tidak ada perbedaab pendapat maupun gagasan baru. Meskipun konflik dapat bermanfaat bagi kemajuan sekolah, tetapi dapat juga menurunkan kinerja, menimbulkan ketidakpuasan, meningkatkan ketegangan dan stress.
Dalam pandangan Islam Konflik juga tidak mutlak berakibat negatif, bahkan ada hadits yang berbunyi:
اِخْتِلَافُ اُمَّتِي رَحْمَةٌ
Artinya:
Perbedaan pendapat di kalangan kaumku adalah rahmat.
Dalam hal ini, konflik yang justru membawa kepada hal positif tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Perbedaan pendapat itu dalam upaya mencari kebenaran.
2.      Orang yang berpendapat harus menghargai pendapat orang lain.
3.      Orang yang berpendapat bersikap terbuka.
4.      Pendapat yang dimunculkan bukan untuk menyerang atau menjatuhkan orang lain.
5.      Pendapat yang disampaikan didsari perasaan tulus dan penuh kesadaran.
6.      Pendapat yang disampaikan mampu memperkaya wawasan, konsep, pertimbangan, informasi dan sebagainya.
Adapun dampak positif atau menguntungkan dari konflik adalah sebagai berikut:
1.      Menimbulkan kemampuan introspeksi diri. Konflik dapat dirasakan oleh pihak lain, dan mereka dapat mengambil keuntungan sehingga mampu melakukan introspeksi diri.
2.      Meningkatkan kinerja. Konflik dapat mendorong individu untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa dia mampu meningkatkan kinerja dan mencapai sukses.
3.      Pendekatan yang lebih baik. Konflik bisa menimbulkan kejutan (surprise) karena kehadirannya sering tidak diduga, sehingga setiap orang akan berusaha untuk lebih berhati-hati dalam berinteraksi dan menyebabkan hubungan yang baik.
4.      Megembangkan alternative yang lebih baik. Konflik bisa menimbulkan hal-hal yang merugikan pihak tertentu jika terjadi antara atasan dan bawahan, misalnya tidak memberikan suatu jabatan atau memberikan hukuman yang berlebihan. Kondisi ini sering ,enjadi tantangan untuk mengembangkan solusi yang lebih baik.
Selain itu Akibat negatif atau merugikan dari konflik ini adalah sebagai berikut:
1.      Subjektif dan emoosional. Pada umumnya pandangan pihak yang sedang konflik  satu sama lain sudah tidak objektif dan bersifat emosional.
2.      Apriori. Selain subjektif dan emosional dampak yang muncul adalah apriori yaitu merasa pendapat orang lain selalu dianggap salah dan dirinya selalu merasa benar.
3.      Saling menjatuhkan. Konflik yang berkelanjutan bisa mengakibatkan saling benci, yang memuncak dan mendorong individu untuk melakukan tindakan kurang terpuji untuk menjatuhkan lawan, misalnya memfitnah, menghambat dan mengadu.
4.      Stres. Stres terjadi karena konflik yang berkepanjangan menimbulkan ketidakseimbangan fisik dan psikis sebagai bentuk reaksi terhadap tekanan yang intensitasnya sudah terlalu tinggi.
5.      Frustasi. Konflik dapat memacu berbagai pihak yang terlibat untuk lebih berprestasi, tetapi jika konflik tersebut sudah pada tingkat yang cukup parah dan diantara pihak-pihak yang terlibat ada yang lemah mentalnya bisa menimbulkan pustasi.

G.    Konflik di Lembaga Pendidikan Islam (Pesantren)
Diantara lembaga-lembaga pendidikan yang ada, ternyata pesantren memiliki  tahapan tersendiri dalam menyelesaikan konflik yang tak lazim terjadi di lembaga pendidikan lainnya.  Tampaknya tahapan-tahapan dalam penyelesaian konflik pesantren yang pelakunya terdiri atas para kiai, senantiasa melibatkan kultur yang telah mentradisi di kalangan lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia ini.
Adapun tahapan-tahapan dalam resolusi konflik di dalam pesantren antara lain adalah:
1.      Silaturrahmi sebagai proses pencegahan konflik.
2.      Bshts al-matsail sebagai proses penekanan dan penyekatan konflik.
3.      Tabayun sebagai proses pengaturan dan penyekatan konflik.
4.      Hakam sebagai proses pelembagaan konflik.
5.      Ishlah sebagai proses akhir penyelesaian konflik.
Ada lagi hal menarik dari model resolusi konflik di dunia pesantren karena adanya keterlibatan dunia lokal. Budaya pesantren atau budaya lokal ternyata memiliki kontribusi yang cukup besar dalam resolusi konflik. Farchan dan Syaifuddin melaporkan hasil penelitiannya tentang kontribusi nilai kultural dalam resolusi konflik, yaitu perkawinan antarpesantren, kekerabatan, istighasah, haul, mujahadah dan akhir sanah.

H.    Penutup
Dari uraian makalah di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Konflik dapat didefinisikan sebagai keadaan interaktif yang termanifestasikan dalam sikap ketidakcocokan, pertentangan, atau perbedaan dengan atau antara pelaku sosial seperti individu-individu, kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, individu-kelompok bahkan individu-organisasi. Dan secara sederhana konflik dapat didefinisikan  sebagai segala macam bentuk hubungan antara manusia yang mengandung sifat berlawanan.
2.      Secara umum konflik itu terdiri atas tiga komponen, yaitu: Kepentingan (interest), Emosi (emotion), dan Nilai (values).
3.      Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu: Biososial, Kepribadian dan interaksi, Struktural, Budaya dan ideologi, dan Konvergensi (gabungan).
4.      Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi  atau mengendalikan konflik, yaitu: Bersabar (lumping), Penghindaran (avoidance), Kekerasan/paksaan (coercion), Negosiasi (negotiation), Konsiliasi (conciliation), Mediasi (mediation), Arbitrasi (arbitration), dan Peradilan (adjudication).
5.      dampak positif atau menguntungkan dari konflik adalah sebagai berikut: Menimbulkan kemampuan introspeksi diri, Meningkatkan kinerja, Pendekatan yang lebih baik, dan Megembangkan alternative yang lebih baik.
6.      Akibat negative atau merugikan dari konflik ini adalah sebagai berikut: Subjektif dan emoosional, Apriori, Saling menjatuhkan, Stres dan Frustasi.

DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, H.E., Manajemen dan Kepemimpinan Kepala sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.

Qamar, Mujammil, Manajemen Pendidikan Islam, Malang: Erlangga, 2007.

Rivai, Veithzal dan Deddy mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organiasasi,  Jakarta: Rajawali Pers, 2013.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik; Teori, Aplikasi dan Penelitian, Jakarta: Penerbit salemba Humanika, 2010.

Zazin, Nur, Kepemimpinan dan Manajemen Konflik; Strategi Mengelola Konflik dalam Inovasi Organisasi dan Pendidikan di Madrasah/ Sekolah yang Unggul, Yogyakarta: Absolute Media, 2010.










[1]Hakam ialah juru pendamai. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar