KONFLIK DALAM ORGANISASI
Oleh: Hadi Purwanto
A. Pendahuluan
Organisasi sebagai suatu sitem terdiri atas
komponen-komponen (subsistem) yang saling berkaitan dan saling bergantung (interdependence)
satu sama lain dan dalam proses kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam proses interaksi antara satu subsistem dan subsistem lainnya tidak ada
jaminan selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya
sehingga setiap saat ketegangan dapat muncul baik antarindividu maupun
antarkelompok dalam organisasi.
Agar organisasi dapat tampil efektif,
individu dan kelompok yang saling bergantung itu harus menciptakan hubungan
kerja yang saling mendukung satu sama lain, menuju pencapaian tujuan organisasi.
Akan tetapi selain dapat menciptakan kerja sama, hubungan saling bergantung
dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing-masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri dan saling bekerja sama
antara satu dan lainnya.
Konflik merupakan peristiwa yang wajar
terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang
tidak dapat dihindari karena itu keberadaan konflik harus diterima sehingga
bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi.
Konflik menimbulkan akibat-akibat atau
resiko-resiko tertentu, di samping juga terkadang membawa dampak positif. Di
satu pihak, konflik dapat membahayakan keharmonisan kelompok apabila konflik
diantara anggota pada suatu saat muncul menjadi perbuatan yang merusak (destruktif),
sehingga konflik itu dapat menghambat upaya bersama untuk memenuhi kebutuhan
kelompok/ organisasi dan perorangan. Di pihak lain, konflik dapat menguntungkan
kegiatan kelompok apabila hal itu merangsang timbulnya gagasan-gagasan baru
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kelompok, mengarahkan kreativitas
kelompok dalam memecahkan masalah yang dihadapi, dan menjaga agar kelompok
selalu memedulikan berbagai kepentingan anggotanya. Konflik yang disebut
terakhir ini dapat dimanfaatkan agar kelompok
lebih tanggap terhadap kebutuhan anggota.
B. Pengertian
Konflik
Menurut bahasa konflik berasal dari bahasa
Inggris conflict yang berarti percekcokan, perselisihan dan
pertentangan. Hal ini serupa dengan arti di dalam kamus bahasa Indonesia yang mengartikan
konflik sebagai percekcokan, pertentangan dan perselisihan. Konflik merupakan
masalah yang serius dalam setiap organisasi dan dapat merugikan kinerja suatu
organisasi maupun mendorong kerugian bagi banyak karyawan yang baik. Selain itu
konflik dapat pula diartikan dengan perbedaan, pertentangan dan perselisihan.
Selain itu konflik juga dapat dikatakan
sebagai suatu proses yang bila suatu pihak mersakan bahwa pihak lain telah
mempengaruhi secara negative, atau akan segera memengaruhi secara negative
sesuatu yang diperhatikan pihak pertama. Pengertian ini mencakup rentang yang
luas dari konflik yang dialami dalam organisasi, ketidak cocokan tujuan,
perbedaan penafsiran kata, ketidaksepakatan yang didasarkan pada penghargaan
prilaku dan semacamnya.
Konflik dapat didefinisikan sebagai keadaan
interaktif yang termanifestasikan dalam sikap ketidakcocokan, pertentangan,
atau perbedaan dengan atau antara pelaku sosial seperti individu-individu,
kelompok-kelompok, organisasi-organisasi, individu-kelompok bahkan
individu-organisasi.
Namun secara sederhana konflik dapat
didefinisikan sebagai segala macam
bentuk hubungan antara manusia yang mengandung sifat berlawanan.
Selanjutnya pengertian konflik juga dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu:
1. Pandangan tradisional
Pandangan ini beranggapan bahwa semua
konflik adalah buruk dan negative, disinonimkan dengan istilah kekerasan (violence),
yang merugikan, dan harus dihindari dan diatasi.
2. Pandangan hubungan manusia
Pandangan ini berkeyikan bahwa konflik merupakan
hasil wajar dan tidak terelakaan dalam setiap kelompok.
3. Pandangan interaksional
Pandangan ini berkeyakinan bahwa konflik
tidak hanya suatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak
perlu untuk suatu kelompok agar dapat bekinerja efektif.
C. Komponen dan
Jenis – Jenis Konflik
Secara umum konflik itu terdiri atas tiga
komponen, yaitu:
1. Kepentingan (interest), yakni
sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga
dari peran dan statusnya.
2. Emosi (emotion) yang sering
diwujudkan melelui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia
seperti marah, kebencian, takut, penolakan.
3. Nilai (values), yakni komponen
konflik yang paling susah dipecahkan karena nilai itu merupakan hal yang tidak
bisa diraba dan dinyatakan secara nyata. Nilai berada pada kedalaman akar
pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan
dan memelihara perilaku manusia
Jenis-jenis konflik dapat dilihat dalam
beberapa sudut pandang, yaitu sebagai berikut:
1. Konflik dilihat dari fungsinya
Berdasarkan
fungsinya konflik dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Konflik fungsional (functional conflict).
Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung pencapaian tujuan kelompok,
dan memperbaiki kinerja kelompok.
b. Konflik disfungsional (dysfunctional
conflict), yaitu konflik yang merintangi pencapaian tujuan kelompok.
Kreteria yang membedakan konflik fungsional
atau disfungsional adalah dampak konflik tersebut terhadap kinerja kelompok,
bukan pada kinerja individu. Jika konflik tersebut dapat meningkatkan kinerja
kelompok, walaupun kurang memuaskan bagi individu, konflik tersebut dikatakan
fungsional. Demikian sebaliknya, jika konflik tersebut hanya memuaskan
individu, tetapi menurunkan kinerja kelompok, konflik tersebut disfungsional.
2. Konflik dilihat dari pihak yang terlibat
Berdasarkan pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik, konflik terbagi menjadi enam macam, yaitu:
a. Konflik dalam diri individu (conflict
within the individual). Konflik ini terjadi jika seseorang harus memilij
tujuan yang saling bertentangan, atau karena tuntutan tugas yang melebihi batas
kemempuan.
b. Konflik antarindividu (conflict among
individuals). Terjadi karena perbedaan kepribadian (personal differences)
antar individu yang satu dengan yang lainnya.
c. Konflik antara individu dan kelompok (conflict
among individuals and groups). Kelompok ini terjadi jika individu gagal
menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok tempat ia bekerja.
d. Konflik antarkelompok dalam organisasi yang
sama (conflict among groups in the same organization). Konflik ini
terjadi karena masing-masing kelompok memiliki tujuan yang berbeda dan
masing-masing berupaya untuk mencapainya.
e. Konflik antarorganisasi (conflict among organizations). Konflik ini terjadi
jika tindakan yang dilakukan oleh
organisasi menimbulkan dampak negatif bagi organisasi lainnya. Misalnya, dalam
perebutan sumber daya yang sama.
f. Konflik antarindividu dalam organisasi yang
berbeda (conflict among individuals in different organizations). Konflik
ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi
yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang
kepala sekolah yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang dilansir seorang
jurnalis.
3. Konflik dilihat dari posisi seseorang dalam
struktur organisasi.
Konflik
dilihat dari posisi seseorang dalam struktur organisasi terbagi menjadi empat
macam, yaitu:
a. Konflik vertikal, yaitu konflik yang
terjadi antar karyawan yang memiliki kedudukan yang tidak sama dalam sebuah
organisasi. Misalnya konflik antara kepala madrasah dan guru biasa.
b. Konflik horizontal, yaitu konflik yang
terjadi antara mereka yang memiliki kedudukan yang sama atau setinggat dalam organisasi. Misalnya konflik antarguru,
atau konflik antarwakil kepala madrasah.
c. Konflik garis-staf, yaitu konflik yang
terjadi antar karyawan lini yang memegang posisi komando, dengan pejabat staf
yang berfungsi sebagai penasehat dalam organisasi.
d. Konflik peran, yaitu konflik yang terjadi
karena seseorang mengemban lebih dari satu peran yang saling bertentangan.
D. Sumber dan
Tahapan Konflik
Kehadiran konflik biasanya diawali dengan
munculnya bibit konflik, sehingga para pemimpin baik formal maupun informal
bertanggung jawab untuk mengidentifikasi sumber dan tipe bibit-bibit konflik
secara dini, menganalisa akibat yang harus ditanggung, serta mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahannya untuk menentukan langkah preventif secara tepat. Jika
tahap pertama tidak dapat di atasi dan bibit konflik meningkat, maka anggota
organisasi akan semakin jeli terhadap kehadiran bibit tersebut dan sering
meninmbulkan dampak emosional.
Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi
lima bagian, yaitu:
1. Biososial: para pakar manjemen menempatkan
frustasi-agresi sebagai sumber konflik. Berdasarkan pendekatan ini frustasi
sering menghasilkan agresi yang mengarah pada terjadinya konflik. Frustasi juga
dihasilkan dari kecenderungan espektasi pencapaian yang lebih cepat dari apa
yang seharusnya.
2. Kepribadian dan interaksi: termasuk di
dalamnya kepribadian yang abrasive (suka menghasut), gangguan psikologi,
kemiskinan, keterampilan interpersonal, kejengkelan, persaiangan (rivalitas),
perbedaan gaya interaksi, ketidak sederajatan hubungan.
3. Struktural: banyak konflik yang melekat
pada struktur organisasi dan masyarakat. Kekuasaan, status dan kelas merupakan
hal-hal yang berpotensi menjadi konflik, seperti tentang hak asasi manusia,
gender dan sebagainya.
4. Budaya dan ideologi: intensitas konflik
dari sumber ini sering dihasilkan dari perbedaan politik, social, agama dan
budaya. Konflik ini juga timbul diantara masyarakat karena perbedaan system
nilai.
5. Konvergensi (gabungan): dalam situasi
tertentu sumber-sumber konflik itu menjadi satu, sehingga menimbulkan
kompleksitas konflik itu sendiri.
Adapun tahapan-tahapan konflik Pada umumnya berlangsung dalam lima
tahapan, yaitu:
1. Tahap potensial, yaitu munculnya perbedaan
diantara individu, organisasi dan lingkungan yang merupakan potensi terjadinya
konflik.
2. Tahap terasakan, yaitu kondisi ketika
perbedaan yang muncul diraskan oleh individu, dan mereka mulai memikirkannya.
3. Pertentangan, yaitu kondisi ketika konflik
berkembang menjadi perbedaan pendapat di antara individu atau kelompok yang
saling bertentangan.
4. Konflik terbuka, yaitu tahapan ketika
pertentangan berkembang menjadi permusuhan secara terbuka.
5. Akibat konflik, yaitu tahapan ketika
konflik menimbulkan dampak terhadap kehidupan dan kinerja organisasi
Konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau salah satu pihak merasa
dirugikan, baik secara material maupun nonmaterial. Untuk mencegahnya, harus
dipelajari penyebab-penyebabnya antara lain sebagai berikut:
1. Perbedaan pendapat. Konflik terjadi karena
perbedaan pendapat dan masing-masing merasa palin benar.
2. Salah paham. Konflik dapat terjadi karena
salah paham (misunderstanding), misalnya tindakan seseorang mungkin tujuannya
baik, tetapi dianggap merugikan oleh phak lain.
3. Salah satu atau kedua pihak merasa
dirugikan, konflik dapat terjadi karena tindakan salah satu pihak mungkin
dianggap merugikan yang lain atau masing-masing pihak merasa dirugikan.
4. Terlalu sensitive. Konflik dapat terjadi
karena terlalu sensitive, mungkin tindakan seseorang adalah wajar, tetapi
karena pihak lain terlalu sensitive maka dianggap merugikan dan menimbulkan
konflik.
E. Cara-Cara
pengendalian Konflik
Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas
bahwa konflik merupakan pertentangan hubungan kemenusiaan, baik secara
interpersonal ataupun interpersonal yang diibaratkan seperti api yang dapat
membakar dan menjalar kemana-mana dan memusnahkan jika tidak ditangani secara
baik. Proses pengendalian konflik ini bermula dari persepsi tentang konflik itu
sendiri, apa komponennya dan bersumber dari mana, kemudian menuju tahap
realisasi, penghindaran, intervensi, pemilihan strategi dan implementasi dan evaluasi dampak yang
ditimbulkan konflik.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
seseorang untuk mengatasi atau
mengendalikan konflik, yaitu:
1. Bersabar (lumping), yaitu suatu tindakan
yang merujuk pada sikap untuk mengabaikan konflik begitu saja atau dengan kata lain
isu-isu dalam konflik itu mudah untuk diabaikan, meskipun hubungan dengan orang
yang berkonflik itu berlanjut, karena orang yang berkonflik kekuarangan
informasi atau akses hokum yang kuat.
2. Penghindaran (avoidance), yaitu
suatu tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri hubungannya dengan cara
meninggalkannya. Keputusan untuk ,meninggalkan konflik itu didasarkan pada
perhitungan bahwa konflik yang terjadi atau dibuat tidak memiliki kekuatan
secara social, ekonomi dan emosional.
3. Kekerasan/paksaan (coercion), yaitu
suatu tindakan yang diambil dalam mengatasi konflik jika dipandang bahwa dampak
yang ditimbulkan membahayakan.
4. Negosiasi (negotiation), ialah
tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian konflik dapat dilakukan
oleh orang-orang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan pihak
ketiga. Kelompok tidak mencari pencapaian solusi dalam term satu aturan, tetapi
membuat aturan dapat mengorganisasi hubungannya dengan pihak lain.
5. Konsiliasi (conciliation), yaitu
tindakan untuk membawa semua yang berkonflik ke meja perundingan. Konsiliator tidak perlu memainkan secara
aktif satu bagian dari tahap negosiasi meskipun ia mungkin bisa melakukannya
dalam batas diminta oleh yang berkonflik. Konsiliator sering menawarkan
kontekstual bagi adanya negosiasi dan bertindak sebagai penengah.
6. Mediasi (mediation), hal ini
menyangkut pihak ketiga yang ikut menangani/ membantu menyelesaikan konflik
agar tercapai persetujuan. Pihak ketiga ini bisa dipilih oleh pihak-pihak yang
berkonflik atau perwakilan dari luar. Pihak-pihak yang berkonflik itu
menyerahkan penyelesaian konflik kepada pihak ketiga tersebut.
7. Arbitrasi (arbitration), kedua belah
pihak yang berkonflik setuju pada keterlibatan pihak ketiga yang memiliki
otoritas hokum dan mereka sebelumnya harus setuju untuk menerima keputusannya.
8. Peradilan (adjudication) hal ini
merujuk pada intervensi pihak ketiga yang berwenang untuk campur tangan dalam
penyelesaian konflik, apakah pihak-pihak yang berkonflik itu menginginkan atau
tidak.
Dalam Islam sebenarnya pengendalian konflik
telah dijelaskan pada Surah Anisa ayat
35, yaitu:
÷bÎ)ur
óOçFøÿÅz
s-$s)Ï© $uKÍkÈ]÷t/ (#qèWyèö/$$sù $VJs3ym ô`ÏiB ¾Ï&Î#÷dr& $VJs3ymur ô`ÏiB !$ygÎ=÷dr&
bÎ) !#yÌã $[s»n=ô¹Î)
È,Ïjùuqã ª!$#
!$yJåks]øt/
3 ¨bÎ)
©!$#
tb%x. $¸JÎ=tã
#ZÎ7yz
Artinya:
dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam[1]
dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua
orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Selain itu terdapat beberapa gaya kepemimpinan dalam manejeman
konflik adalah sebagai berikut:
1. Memaksa (forcing). Perhatian seorang
pemimpin yang tinggi terhadap produksi, namun rendah perhatiannya terhadap
bawahannya (orang yang dipipimpin). Ia berusaha memaksimalkan produksi tanpa
melihat bawahannya.
2. Konfrontasi (confrontation)
perhatian seorang pemimpin yang tinggi terhadap produksi dan bawahannya. ia
berupaya berkofrontasi untuk meningkatkan produksi dan dalam waktu bersamaan ia
juga berkonfrontasi untuk memperhatikan bawahannya.
3. Kompromi (compromising) perhatian
pemimpin yang sedang (tidak tinggi atau tidak rendah) terhadap produksi dan
bawahannya. Ia mau untuk berkompromi
mengenai tingkat produksi organisasi demi memenuhi kesejahteraan bawahannya.
4. Menarik diri (withdrawal) perhatian
seorang pemimpin yang perhatiannya rendah terhadap produksi dan bawahannya. ia
lebih senang bersikap secara pasif, seolah-olah tidak terjadi konflik dan tidak
mau menghadapi konflik.
5. Mengakomodasi (smooting) perhatian
seorang pemimpin yang rendah terhadap produksi namun tinggi perhatiannya
terhadap bawahan. Ia menyerah kepada lawan konfliknya demi hubungan baik dan
kesejahteraan bawahannya.
F. Dampak
Konflik
Konflik pada lingkungan sekolah dapat menimbulkan dampak positif dan
negatif, serta dapat mendorong inovasi, kreativitas dan adaptasi. Sekolah yang
tidak berkembang bisa jadi disebabkan oleh kepala sekolah yang terlalu mudah
merasa puas dengan prestasi yang telah dicapai, sehingga kurang peka terhadap
perubahan lingkungan, dan tidak ada perbedaab pendapat maupun gagasan baru.
Meskipun konflik dapat bermanfaat bagi kemajuan sekolah, tetapi dapat juga
menurunkan kinerja, menimbulkan ketidakpuasan, meningkatkan ketegangan dan
stress.
Dalam pandangan Islam Konflik juga tidak mutlak berakibat negatif,
bahkan ada hadits yang berbunyi:
اِخْتِلَافُ اُمَّتِي رَحْمَةٌ
Artinya:
Perbedaan pendapat di kalangan kaumku adalah rahmat.
Dalam hal ini, konflik yang justru membawa kepada hal positif tersebut
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Perbedaan pendapat itu dalam upaya mencari
kebenaran.
2. Orang yang berpendapat harus menghargai
pendapat orang lain.
3. Orang yang berpendapat bersikap terbuka.
4. Pendapat yang dimunculkan bukan untuk
menyerang atau menjatuhkan orang lain.
5. Pendapat yang disampaikan didsari perasaan
tulus dan penuh kesadaran.
6. Pendapat yang disampaikan mampu memperkaya
wawasan, konsep, pertimbangan, informasi dan sebagainya.
Adapun dampak positif atau menguntungkan dari konflik adalah sebagai
berikut:
1. Menimbulkan kemampuan introspeksi diri.
Konflik dapat dirasakan oleh pihak lain, dan mereka dapat mengambil keuntungan
sehingga mampu melakukan introspeksi diri.
2. Meningkatkan kinerja. Konflik dapat
mendorong individu untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa dia mampu
meningkatkan kinerja dan mencapai sukses.
3. Pendekatan yang lebih baik. Konflik bisa
menimbulkan kejutan (surprise) karena kehadirannya sering tidak diduga,
sehingga setiap orang akan berusaha untuk lebih berhati-hati dalam berinteraksi
dan menyebabkan hubungan yang baik.
4. Megembangkan alternative yang lebih baik.
Konflik bisa menimbulkan hal-hal yang merugikan pihak tertentu jika terjadi
antara atasan dan bawahan, misalnya tidak memberikan suatu jabatan atau
memberikan hukuman yang berlebihan. Kondisi ini sering ,enjadi tantangan untuk
mengembangkan solusi yang lebih baik.
Selain itu Akibat negatif atau merugikan dari konflik ini adalah sebagai
berikut:
1. Subjektif dan emoosional. Pada umumnya
pandangan pihak yang sedang konflik satu
sama lain sudah tidak objektif dan bersifat emosional.
2. Apriori. Selain subjektif dan emosional
dampak yang muncul adalah apriori yaitu merasa pendapat orang lain selalu
dianggap salah dan dirinya selalu merasa benar.
3. Saling menjatuhkan. Konflik yang berkelanjutan
bisa mengakibatkan saling benci, yang memuncak dan mendorong individu untuk
melakukan tindakan kurang terpuji untuk menjatuhkan lawan, misalnya memfitnah,
menghambat dan mengadu.
4. Stres. Stres terjadi karena konflik yang
berkepanjangan menimbulkan ketidakseimbangan fisik dan psikis sebagai bentuk
reaksi terhadap tekanan yang intensitasnya sudah terlalu tinggi.
5. Frustasi. Konflik dapat memacu berbagai
pihak yang terlibat untuk lebih berprestasi, tetapi jika konflik tersebut sudah
pada tingkat yang cukup parah dan diantara pihak-pihak yang terlibat ada yang
lemah mentalnya bisa menimbulkan pustasi.
G. Konflik di
Lembaga Pendidikan Islam (Pesantren)
Diantara lembaga-lembaga pendidikan yang
ada, ternyata pesantren memiliki tahapan
tersendiri dalam menyelesaikan konflik yang tak lazim terjadi di lembaga
pendidikan lainnya. Tampaknya
tahapan-tahapan dalam penyelesaian konflik pesantren yang pelakunya terdiri
atas para kiai, senantiasa melibatkan kultur yang telah mentradisi di kalangan
lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia ini.
Adapun tahapan-tahapan dalam resolusi
konflik di dalam pesantren antara lain adalah:
1. Silaturrahmi sebagai proses pencegahan
konflik.
2. Bshts
al-matsail sebagai
proses penekanan dan penyekatan konflik.
3. Tabayun sebagai proses pengaturan dan penyekatan
konflik.
4. Hakam sebagai proses pelembagaan konflik.
5. Ishlah sebagai proses akhir penyelesaian konflik.
Ada lagi hal menarik dari model resolusi
konflik di dunia pesantren karena adanya keterlibatan dunia lokal. Budaya
pesantren atau budaya lokal ternyata memiliki kontribusi yang cukup besar dalam
resolusi konflik. Farchan dan Syaifuddin melaporkan hasil penelitiannya tentang
kontribusi nilai kultural dalam resolusi konflik, yaitu perkawinan
antarpesantren, kekerabatan, istighasah, haul, mujahadah dan akhir
sanah.
H. Penutup
Dari uraian makalah di atas maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Konflik dapat didefinisikan sebagai keadaan interaktif
yang termanifestasikan dalam sikap ketidakcocokan, pertentangan, atau perbedaan
dengan atau antara pelaku sosial seperti individu-individu, kelompok-kelompok,
organisasi-organisasi, individu-kelompok bahkan individu-organisasi. Dan secara
sederhana konflik dapat didefinisikan
sebagai segala macam bentuk hubungan antara manusia yang mengandung
sifat berlawanan.
2.
Secara umum konflik itu terdiri atas tiga komponen,
yaitu: Kepentingan (interest), Emosi (emotion), dan Nilai (values).
3. Sumber-sumber konflik dapat dibagi menjadi
lima bagian, yaitu: Biososial, Kepribadian dan interaksi, Struktural, Budaya
dan ideologi, dan Konvergensi (gabungan).
4. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh
seseorang untuk mengatasi atau
mengendalikan konflik, yaitu: Bersabar (lumping), Penghindaran (avoidance),
Kekerasan/paksaan (coercion), Negosiasi (negotiation), Konsiliasi
(conciliation), Mediasi (mediation), Arbitrasi (arbitration),
dan Peradilan (adjudication).
5. dampak positif atau menguntungkan dari konflik
adalah sebagai berikut: Menimbulkan kemampuan introspeksi diri, Meningkatkan
kinerja, Pendekatan yang lebih baik, dan Megembangkan alternative yang lebih
baik.
6. Akibat negative atau merugikan dari konflik
ini adalah sebagai berikut: Subjektif dan emoosional, Apriori, Saling
menjatuhkan, Stres dan Frustasi.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyasa, H.E., Manajemen dan Kepemimpinan Kepala
sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Qamar, Mujammil, Manajemen Pendidikan Islam,
Malang: Erlangga, 2007.
Rivai, Veithzal dan Deddy mulyadi, Kepemimpinan dan
Perilaku Organiasasi, Jakarta:
Rajawali Pers, 2013.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus bahasa
Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Wirawan, Konflik dan Manajemen Konflik; Teori,
Aplikasi dan Penelitian, Jakarta: Penerbit salemba Humanika, 2010.
Zazin, Nur, Kepemimpinan dan Manajemen Konflik;
Strategi Mengelola Konflik dalam Inovasi Organisasi dan Pendidikan di Madrasah/
Sekolah yang Unggul, Yogyakarta: Absolute Media, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar