Jumat, 25 Desember 2015

BUDAYA MUTU DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

BUDAYA MUTU DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Hadi Purwanto & Irwan

A.  Pendahuluan
Di era sekarang ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin canggih dan terus mengglobal sehingga berdampak pada hampir semua kehidupan umat manusia di muka bumi dewasa ini. Semakin berkembangnya IPTEK tersebut manusia dituntut untuk semakin maju pula. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu prioritas pembangunan di bidang pendidikan nasional dewasa ini dan mendatang. Prioritas ini didasarkan pada kebijaksanaan sebelumnya yang lebih menekankan kepada perluasan dan kesempatan belajar sehingga mutunya sedikit terabaikan. Selain itu, tentunya tuntutan terhadap mutu pendidikan semakin kuat sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan di setiap sektor kehidupan di masa kini dan mendatang.
Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan kini sebenarnya telah, sedang dan akan terus dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan. Mulai dari peningkatan kualitas pendidikan pra sekolah, dasar, menengah sampai dengan perguruan timggi. Salah satu upaya yang dewasa ini sedang disosialisasikan dan dianggap tepat adalah melalui Total Quality Management (TQM) . Esensi dari TQM adalah suatu filosofi dan menunjuk pada perubahan budaya dalam suatu organisasi (pendidikan), serta dapat menyentuh hati dan pikiran orang menuju mutu yang diidamkan.
Sedangkan bagian penting Total Quality Management (TQM) yang sulit penerapannya adalah menciptakan, memelihara, dan menjaga keberlangsungan budaya TQM di sekolah. Budaya sekolah merupakan faktor yang paling penting dalam membentuk siswa menjadi manusia yang penuh optimis, berani, tampil, berperilaku kooperatif, dan kecakapan personal dan akademik. Sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan atau keberhasilan pendidikan tertentu biasanya dapat dilihat dari beberapa variabel yang mempengaruhinya seperti perolehan nilai dan kondisi fisik, akan tetapi kurang memperhatikan hal lain yang tidak tampak yang justru lebih berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi itu sendiri yang mencakup nilai-nilai (values), keyakinan (beliefs), budaya, dan norma perilaku yang disebut sebagai the human side of organization (sisi/aspek manusia dan organisasi).


B.  Budaya Mutu Di Lembaga Pendidikan Islam
1. Konsep Budaya Mutu
Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata culture. Budaya juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat sehingga menjadi milik bersama, dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah laku sesuai dengan aturan.
Budaya adalah segala nilai, pemikiran, serta simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, serta kebiasaan seseorang dalam organisasi. Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai sebuah nilai yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku. Ketika suatu praktek sudah terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini maka akan menjadi habit bagi yang melakukannya, kemudian pada waktunya akan menjadi tradisi yang sulit untuk ditinggalkan. Hal seperti ini berlaku untuk hampir semua hal, meliputi nilai-nilai yang buruk maupun yang baik.
Sedangkan budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsure dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu system nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Mutu adalah kualitas, ukuran, baik buruk sesuatu, taraf atau derajat. Mutu mengandung makna sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu/kualitas diartikan, sebagai segala sesuatu yang menentukan kepuasan stakeholder dan upaya perubahan ke arah perbaikan terus menerus, sehingga dikenal dengan istilah Q = MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and Changes).
Quality Culture (budaya mutu) adalah: tingkat kesiapan, komitmen, dan kumpulan sikap dan kebiasaan dari suatu lembaga berkenaan dengan masalah mutu. Peningkatan budaya mutu pendidikan yang berpusat pada peningkatan mutu sekolah merupakan suatu proses yang dinamis, berjangka panjang yang mesti dilakukan secara sistematis lagi konsisten untuk diarahkan menuju suatu tujuan tertentu. Peningkatan mutu sekolah tidak bersifat instan, melainkan suatu proses yang harus dilalui dengan sabar, tahap demi tahap, yang terukur dengan arah yang jelas dan pasti.
Upaya peningkatan budaya mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial kepala sekolah. kepala sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
Ruang lingkup Manajemen budaya mutu sekolah dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu: manajemen administratif, meliputi proses manajemen yang pada dasarnya terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Ruang lingkup manajemen seperti ini juga sering disebut sebagai proses manajemen atau fungsi manajemen, manajemen operatif, meliputi unit-unit kegiatan dalam sebuah organisasi yang diantaranya terdiri dari manajemen kesiswaan, manajemen pengajaran, manajemen personil, manajemen persuratan dan kearsipan, manajemen keuangan, manajemen perlengkapan, manajemen hubungan masyarakat, serta manajemen perpustakaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka sistem manajemen budaya mutu dianggap sangat penting dalam dunia pendidikan karena pendidikan berisi tentang pembelajaran masyarakat. Jika sistem manajemen mutu bertujuan untuk memiliki relevansi dalam pendidikan, maka ia harus memberi penekanan pada mutu pelajar. Sehingga lembaga pendidikan dapat dikatakan berhasil dalam memberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Perubahan Budaya Sekolah
Pada dasarnya kehidupan selalu mengalami perubahan. Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu dapat terjadi karena pengaruh lingkungan dan pendidikan. Pengaruh lingkungan yang kuat adalah di sekolah karena besar waktunya di sekolah. Sekolah memegang peranan penting dan strategis dalam mengubah, memodifikasi, dan mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan yang berhubungan dengan kebutuhan anak untuk hidup di masyarakat sesuai dengan tuntutan jamannya.
Studi terhadap sekolah-sekolah yang berhasil atau efektif dapat diperoleh gambaran bahwa mereka mempunyai lima karakteristik umum yaitu sebagai berikut :
a)   Sekolah memiliki budaya sekolah yang kondusif
b)   Adanya harapan antara para guru bahwa semua siswa dapat sukses
c)   Menekankan pengajaran pada penguasaan ketrampilan
d)   Sistem tujuan pengajaran yang jelas bagi pelaksanaan monitoring dan penilaian keberhasilan kelas
e)   Prinsip-prinsip sekolah yang kuat sehingga dapat memelihara kedisiplinan siswa
Sedangkan upaya dalam menciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
a)   Pemahaman tentang budaya sekolah
b)   Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah
c)   Reward and punishment
3. Pentingnya Budaya Mutu dalam Kehidupan Organisasi
Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robins, budaya organisasi adalah system nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan external  dan  usaha penyesuaian integerasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku.
Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan, dimana setiap kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya mutu.
Ada sepuluh karakteristik dalam budaya mutu dalam kehidupan berorganisasi, antara lain adalah:
a) Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi secara keseluruhan, dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau bidang profesi masing-masing.
b) Group emphasis, yaitu seberapa besar aktifitas kerja bersama lebih ditekankan dibandingkan kerja indivisual.
c) People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi.
d) Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara terkoordinasi.
e) Control, yaitu banyaknya jumlah peraturan dan pengawasan langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan.
f)   Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk menjadi lebih agresif, inovatif dan berani mengambil resiko.
g)  Reward criteria, yaitu berapa besar imbalan dialokasikan sesuai dengan kinerja karyawan dibandingkan alokasi berdasarkan senioritas, favoritism, atau factor-faktor non kinerja lainnya.
h) Conflict tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan kepada karyawan untuk bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik.
i)   Means-ends orientation, yaitu intensitas manajemen dalam menegakkan pada penyebab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang digunakan untuk mengembangkan hasil.
j)   Open-sistem focus, yaitu besarnya pengawasan organisasi dan respon yang diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal.
4. Terbentuknya Budaya Mutu dalam Organisasi
Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang kemudian tertanam dalam suatu budaya dalam organisasi bisa bermula dari mana pun, dari perseorangan atau kelompok, dari tingkat bawah maupun tingkat atas. Setidaknya ada beberapa sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya: (1) pendiri organisasi, (2) pemilik organisasi, (3) sumber daya manusia asing, (4) luar organsasi, (5) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stakeholder), dan (6) masyarakat.
Adapun proses budaya dapat terjadi dengan cara: (1) Kontrak budaya, (2) benturan budaya, (3) penggalian budaya. Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dalam organisasi.
Dalam suatu organisasi sesungguhnya tidak ada budaya yang “baik” atau “buruk”, yang ada hanyalah budaya yang “cocok” atau “tidak cocok”. Jika dalam suatu organisasi memiliki budaya yang cocok, maka manjemennya lebih berfokus pada upaya pemeliharaan nilai-nilai yang ada dan perubahan tidak perlu dilakukan. Namun jika terjadi kesalahan dalam memberikan asumsi dasar yang berdampak terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan budaya mungkin diperlukan.
Bentuk budaya mutu dalam organisasi sangat komplek. Dalam membentuk budaya organisasi, kepercayaaan dan nilai saling mendukung dan melengkapi satu sama lain. Agar dapat dimengerti dengan baik, budaya mutu dalam organisasi ini dibagi menjadi delapan elemen penting yaitu sebagai berikut:
a) Etika, adalah disiplin yang terkait dengan kebaikan dan keburukan dalam berbagai situasi. Ia merupakan dua sisi mata uang yang dilambangkan oleh etika organisasi dan etika individu. Etika organisasi membentuk sebuah kode etik bisnis yang menguraikan petunjuk bagi semua anggotanya dan harus melekat dalam pekerjaan sehari-hari mereka.
b) Integritas, mencakup kejujuran, moral, nilai-nilai, keadilan, dan kesetiaan terhadap kebenaran dan keikhlasan. Karakteristiknya adalah bahwa apa yang diharapkan oleh pelanggan (internal/eksternal) dan apa yang memang layak untuk mereka terima.
c) Kepercayaan, adalah produk dari integritas dan prilaku yang beretika. Tanpa kepercayaan, kerangka kerja dari manajemen mutu tidak dapat dibangun. Kepercayaan membantu perkembangan partisipasi penuh dari semua anggota organisasi.
d) Pelatihan (training), sangat penting artinya bagi karyawan organisasi agar bisa menjadi lebih produktif. Disamping itu para supervisor  mesti bertanggungjawab dalam menerapkan budaya mutu di departemennya.
e) Kerjasama tim juga merupakan sebuah elemen kunci dari budaya mutu, yang menjadi alat bagi organisasi dalam mencapai kesuksesan. Dengan menggunakan tim kerja, organisasi akan dapat memperoleh penyelesaian yang cepat dan tepat terhadap semua masalah.
f)   Kepemimpinan, mungkin merupakan hal yang paling penting dalam budaya mutu. Ia muncul pada semua tempat dalam organisasi. Kepemimpinan dalam manajemen mutu membutuhkan Manager-Manager yang dapat memberikan pandangan atau visi yang dapat memberikan masukan, membuat arahan strategis yang dapat dimengerti oleh semua orang dan menanamkan nilai-nilai sebagai pedoman bagi bawahannya.
g) Komunikasi, akan mengikat segala sesuatu secara bersama-sama. Dimulai dari pondasi sampai ke atap dari suatu bangunan budaya mutu, semua elemen diikat oleh campuran semen pengikat berupa komunikasi. Ia bertindak sebagai sebuah mata rantai penghubung antara semua elemen budaya mutu.
h) Penghargaan, adalah elemen terakhir dari keseluruhan sistem budaya mutu. Ia sebaiknya diberikan untuk saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang memuaskan baik dihasilkan oleh suatu tim ataupun individu. Para karyawan akan didorong untuk berusaha keras memperoleh penghargaan untuk dirinya dan untuk timnya. Menemukan dan mengenal para kontributor dari saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang baik tersebut merupakan tugas dari seorang Supervisor.
5. Menciptakan Sekolah Efektif dengan Budaya Mutu dalam Pendidikan Islam
Penyelenggaraan layanan belajar bagi peserta didik biasanya dikaji dalam konteks mutu pendidikan yang erat hubungannya dengan kajian kualitas manajemen dan Efektivitas Sekolah. Di lingkungan system persekolahan, konsep mutu pendidikan dipersepsi berbeda-beda oleh berbagai pihak. Menurut persepsi kebanyakan orang (orang tua dan masyarakat pada umumnya), mutu pendidikan di sekolah secara sederhana dilihat dari perolehan nilai atau angka yang dicapai seperti ditunjukkan dalam hasil-hasil ulangan dan ujian. Sekolah dianggap bermutu apabila para siswanya sebagian besar atau seluruhnya, memperoleh nilai atau angka yang tinggi, sehingga berpeluang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Persepsi tersebut tidak keliru apabila nilai atau angka tersebut diakui sebagai representasi dari totalitas hasil belajar, yang dapat dipercaya menggambarkan derajat perubahan tingkah laku atau penguasaan kemampuan yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan demikian, hasil pendidikan yang bermutu memiliki nuansa kuantitatif dan kualitatif. Artinya, disamping ditunjukkan oleh indikator seberapa banyak siswa yang berprestasi sebagai mana dilihat dalam perolehan nilai yang tinggi, juga ditunjukkan oleh seberapa baik kepemilikian kualitas pribadi para siswanya, seperti tampak dalam kepercayaan diri, kemandirian, disiplin, kerja keras dan ulet, terampil, berbudi pekerti, beriman dan bertaqwa, bertanggung jawab sosial dan kebangsaan, apresiasi, dan lain sebagainya. Analisis di atas memberikan pemahaman yang jelas bahwa konsep Efektivitas Sekolah berkaitan langsung dengan mutu kinerja sekolah.
Budaya mutu sekolah adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah secara produktif mampu memberikan pengalaman dan bertumbuhkembangnya sekolah untuk mencapai keberhasilan pendidikan berdasarkan spirit dan nilai-nilai yang dianut oleh sekolah. Dalam hal ini, Depdiknas (2000) telah merumuskan beberapa elemen budaya mutu sekolah sebagai berikut: (1) informasi kualitas untuk perbaikan, bukan untuk mengontrol, (2) kewenangan harus sebatas tanggungjawab, (3) hasil diikuti rewards atau punishment, (4) kolaborasi, sinergi, bukan persaingan sebagai dasar kerjasama, (5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya, (6) atmosfir keadilan, (7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan (8) warga sekolah merasa memiliki sekolah.
Sedangkan Peter dan Waterman, menemukan nilai-nilai budaya yang secara konsisten dilaksanakan di sekolah yang baik, yaitu mutu dan pelayanan merupakan hal yang harus diutamakan, selalu berupaya menjadi yang terbaik, memberikan perhatian penuh pada hal-hal yang nampak kecil, tidak membuat jarak dengan klien, melakukan sesuatu sebaik mungkin, bekerja melalui orang (bukan sekedar bekerjasama atau memerintahnya), memacu inovasi, dan toleransi terhadap usaha yang berhasil.

C.  Penutup
Dari uraian makalah di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.   Budaya didefinisikan sebagai serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat sehingga menjadi milik bersama, dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah laku sesuai dengan aturan. Sedangkan Mutu adalah kualitas, ukuran, baik buruk sesuatu, taraf atau derajat.  Mutu mengandung makna sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan.
2.   upaya dalam menciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: Pemahaman tentang budaya sekolah, Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah, Reward and punishment.
3.   sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya: (1) pendiri organisasi, (2) pemilik organisasi, (3) sumber daya manusia asing, (4) luar organsasi, (5) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stakeholder), dan (6) masyarakat.
4.   elemen budaya mutu sekolah sebagai berikut: (1) informasi kualitas untuk perbaikan, bukan untuk mengontrol, (2) kewenangan harus sebatas tanggungjawab, (3) hasil diikuti rewards atau punishment, (4) kolaborasi, sinergi, bukan persaingan sebagai dasar kerjasama, (5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya, (6) atmosfir keadilan, (7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan (8) warga sekolah merasa memiliki sekolah.

Daftar PUSTAKA
Azizy, A. Qodry A., Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial Semarang: Aneka Ilmu, 2003.

Fathurrohman, Muhammad dan Sulistyorini, Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2012.

Gaspersz, Vincent, Total Quality Management, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

http://artisticmedia-bkt.blogspot.com/2011/02/pengembangan-budaya-sekolah.html

Jerome, Pendidikan Berbasis Mutu Prinsip-Prinsip Perumusan dan Tata Langkah Penerapan, terj. Yosal Iriantara, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Poerwadarminto, W.J.S.,  Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006.

Sugian, Syahu, Kamus Manajemen Mutu, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Sulipan," http://www.geocities.com/cbet_centre/kumpulan1.html" Feb 2012

Sallis, Edward, Total Quality Management in Education, Penerjemah Ahmad Ali Riyadi, (Yogyakarta: IRCiSod, 2008

http://kikyuno.blogspot.com/2012/05/makalah-budaya-sekolah.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar