BUDAYA MUTU DI
LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Hadi
Purwanto & Irwan
A. Pendahuluan
Di era sekarang ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semakin canggih
dan terus mengglobal sehingga berdampak pada hampir semua kehidupan umat
manusia di muka bumi dewasa ini. Semakin berkembangnya IPTEK tersebut manusia
dituntut untuk semakin maju pula. Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah
satu prioritas pembangunan di bidang pendidikan nasional dewasa ini dan
mendatang. Prioritas
ini didasarkan pada kebijaksanaan sebelumnya yang lebih menekankan kepada
perluasan dan kesempatan belajar sehingga mutunya sedikit terabaikan. Selain
itu, tentunya tuntutan terhadap mutu pendidikan semakin
kuat sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan di setiap sektor kehidupan di
masa kini dan mendatang.
Berbagai upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan kini sebenarnya telah, sedang dan akan terus dilaksanakan secara
bertahap dan berkelanjutan. Mulai dari peningkatan kualitas pendidikan pra
sekolah, dasar, menengah sampai dengan perguruan timggi. Salah satu upaya yang dewasa ini sedang disosialisasikan dan dianggap
tepat adalah melalui Total Quality Management (TQM) . Esensi dari TQM adalah suatu filosofi dan
menunjuk pada perubahan budaya dalam suatu organisasi (pendidikan), serta dapat
menyentuh hati dan pikiran orang menuju mutu yang diidamkan.
Sedangkan bagian
penting Total
Quality Management (TQM) yang sulit penerapannya adalah menciptakan,
memelihara, dan menjaga keberlangsungan budaya TQM di sekolah. Budaya sekolah
merupakan faktor yang paling penting dalam membentuk siswa menjadi
manusia yang penuh optimis, berani, tampil, berperilaku kooperatif, dan
kecakapan personal dan
akademik. Sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan atau keberhasilan pendidikan
tertentu biasanya dapat dilihat dari beberapa variabel yang mempengaruhinya
seperti perolehan nilai dan kondisi fisik, akan tetapi kurang memperhatikan hal
lain yang tidak tampak yang justru lebih berpengaruh terhadap kinerja individu
dan organisasi itu sendiri yang mencakup nilai-nilai (values), keyakinan
(beliefs), budaya, dan norma perilaku yang disebut sebagai the
human side of organization (sisi/aspek manusia dan organisasi).
B. Budaya Mutu Di Lembaga Pendidikan Islam
1. Konsep Budaya Mutu
Secara etimologis, budaya berasal dari
bahasa Inggris yaitu dari kata culture. Budaya juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian aturan yang dibuat
oleh masyarakat sehingga menjadi milik bersama, dapat diterima oleh masyarakat,
dan bertingkah laku sesuai dengan aturan.
Budaya adalah segala nilai, pemikiran,
serta simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, serta kebiasaan
seseorang dalam organisasi. Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai
sebuah nilai
yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku. Ketika suatu praktek sudah
terbiasa dilakukan, berkat pembiasaan ini maka akan menjadi habit bagi
yang melakukannya, kemudian pada waktunya akan menjadi tradisi yang sulit untuk
ditinggalkan. Hal seperti ini berlaku untuk hampir semua hal, meliputi nilai-nilai
yang buruk maupun yang baik.
Sedangkan budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan
yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan
sekolah terhadap semua unsure dan komponen sekolah termasuk stakeholders
pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta
asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya
sekolah merujuk pada suatu system nilai, kepercayaan dan norma-norma yang
diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai
perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang
sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru,
staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Mutu adalah kualitas, ukuran, baik buruk
sesuatu, taraf atau derajat. Mutu mengandung makna sebuah proses terstruktur
untuk memperbaiki keluaran yang dihasilkan. Mutu/kualitas diartikan, sebagai
segala sesuatu yang menentukan kepuasan stakeholder dan upaya perubahan
ke arah perbaikan terus menerus, sehingga dikenal dengan istilah Q = MATCH (Quality = Meets Agreed Terms and
Changes).
Quality Culture (budaya mutu) adalah: tingkat kesiapan,
komitmen, dan kumpulan sikap dan kebiasaan dari suatu lembaga berkenaan dengan
masalah mutu. Peningkatan budaya mutu pendidikan yang berpusat pada peningkatan
mutu sekolah merupakan suatu proses yang dinamis, berjangka panjang yang mesti dilakukan secara
sistematis lagi konsisten untuk diarahkan menuju suatu tujuan tertentu.
Peningkatan mutu sekolah tidak bersifat instan, melainkan suatu proses yang
harus dilalui dengan sabar, tahap demi tahap, yang terukur dengan arah yang
jelas dan pasti.
Upaya peningkatan budaya mutu pendidikan
di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial kepala sekolah. kepala sekolah
hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun
material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan
pendidikan di sekolah secara optimal.
Ruang lingkup Manajemen budaya mutu sekolah
dapat dikelompokkan
dalam dua kelompok, yaitu: manajemen administratif, meliputi proses manajemen yang pada
dasarnya terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan.
Ruang lingkup manajemen seperti ini juga sering disebut sebagai proses
manajemen atau fungsi manajemen, manajemen operatif, meliputi
unit-unit kegiatan dalam sebuah organisasi yang diantaranya terdiri dari
manajemen kesiswaan, manajemen pengajaran, manajemen personil, manajemen
persuratan dan kearsipan, manajemen keuangan, manajemen perlengkapan,
manajemen hubungan masyarakat, serta manajemen perpustakaan.
Berdasarkan hal tersebut, maka sistem manajemen budaya mutu dianggap sangat penting dalam dunia
pendidikan karena pendidikan berisi tentang pembelajaran masyarakat. Jika sistem
manajemen mutu bertujuan untuk memiliki relevansi dalam pendidikan, maka
ia harus memberi penekanan pada mutu pelajar. Sehingga lembaga pendidikan dapat dikatakan berhasil dalam memberi kepuasan
kepada pelanggan.
2. Perubahan Budaya Sekolah
Pada dasarnya kehidupan selalu mengalami perubahan. Dalam pertumbuhan dan perkembangan anak
mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu dapat terjadi karena
pengaruh lingkungan dan pendidikan. Pengaruh lingkungan yang kuat adalah di sekolah
karena besar waktunya di sekolah. Sekolah memegang peranan penting dan strategis
dalam mengubah, memodifikasi, dan mentransformasikan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan keterampilan yang berhubungan dengan kebutuhan anak untuk hidup
di masyarakat sesuai dengan tuntutan jamannya.
Studi terhadap sekolah-sekolah yang berhasil atau efektif dapat
diperoleh gambaran bahwa mereka mempunyai lima karakteristik umum yaitu sebagai
berikut :
a)
Sekolah memiliki budaya sekolah yang
kondusif
b)
Adanya harapan antara para guru bahwa semua
siswa dapat sukses
c)
Menekankan pengajaran pada penguasaan
ketrampilan
d)
Sistem tujuan pengajaran yang jelas bagi
pelaksanaan monitoring dan penilaian keberhasilan kelas
e)
Prinsip-prinsip sekolah yang kuat
sehingga dapat memelihara kedisiplinan siswa
Sedangkan upaya dalam menciptaan budaya sekolah dapat dilakukan
melalui beberapa cara,
yaitu:
a)
Pemahaman tentang budaya sekolah
b)
Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah
c) Reward
and punishment
3. Pentingnya Budaya Mutu dalam Kehidupan Organisasi
Setiap organisasi tentunya memiliki definisi yang
berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robins, budaya organisasi
adalah system nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat
bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.
Budaya organisasi juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang memedomani
sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan external dan
usaha penyesuaian integerasi ke dalam perusahaan, sehingga masing-masing
anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana
mereka harus bertindak dan bertingkah laku.
Semua sumber daya manusia harus dapat memahami dengan
benar budaya organisasinya, karena pemahaman ini sangat berkaitan dengan setiap
langkah ataupun kegiatan yang dilakukan, baik perencanaan yang bersifat
strategis dan taktikal maupun kegiatan implementasi perencanaan, dimana setiap
kegiatan tersebut harus berdasar pada budaya mutu.
Ada sepuluh karakteristik dalam budaya mutu dalam
kehidupan berorganisasi, antara lain adalah:
a) Member identity, yaitu identitas anggota dalam organisasi
secara keseluruhan, dibandingkan dengan identitas dalam kelompok kerja atau
bidang profesi masing-masing.
b) Group emphasis, yaitu seberapa besar aktifitas kerja bersama lebih
ditekankan dibandingkan kerja indivisual.
c) People focus, yaitu seberapa jauh keputusan manajemen yang diambil
digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tersebut bagi anggota organisasi.
d) Unit integration, yaitu seberapa jauh unit-unit di dalam
organisasi dikondisikan untuk beroperasi secara terkoordinasi.
e) Control, yaitu banyaknya jumlah peraturan dan pengawasan
langsung digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku karyawan.
f) Risk tolerance, yaitu besarnya dorongan terhadap karyawan untuk
menjadi lebih agresif, inovatif dan berani mengambil resiko.
g) Reward criteria, yaitu berapa besar
imbalan dialokasikan sesuai dengan kinerja karyawan dibandingkan alokasi
berdasarkan senioritas, favoritism, atau factor-faktor non kinerja lainnya.
h) Conflict tolerance, yaitu besarnya dorongan yang diberikan
kepada karyawan untuk bersikap terbuka terhadap konflik dan kritik.
i) Means-ends orientation, yaitu intensitas manajemen dalam
menegakkan pada penyebab atau hasil, dibandingkan pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mengembangkan hasil.
j) Open-sistem focus, yaitu besarnya pengawasan organisasi dan
respon yang diberikan untuk mengubah lingkungan eksternal.
4. Terbentuknya Budaya Mutu dalam Organisasi
Munculnya gagasan-gagasan atau jalan keluar yang
kemudian tertanam dalam suatu budaya dalam organisasi bisa bermula dari mana
pun, dari perseorangan atau kelompok, dari tingkat bawah maupun tingkat atas.
Setidaknya ada beberapa sumber-sumber pembentuk budaya organisasi, diantaranya:
(1) pendiri organisasi, (2) pemilik organisasi, (3) sumber daya manusia asing,
(4) luar organsasi, (5) orang yang berkepentingan dengan organisasi (stakeholder),
dan (6) masyarakat.
Adapun proses budaya dapat terjadi dengan cara: (1)
Kontrak budaya, (2) benturan budaya, (3) penggalian budaya. Pembentukan budaya
tidak dapat dilakukan dalam waktu sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan
biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai baru dalam
organisasi.
Dalam suatu organisasi sesungguhnya tidak ada budaya
yang “baik” atau “buruk”, yang ada hanyalah budaya yang “cocok” atau “tidak
cocok”. Jika dalam suatu organisasi memiliki budaya yang cocok, maka
manjemennya lebih berfokus pada upaya pemeliharaan nilai-nilai yang ada dan
perubahan tidak perlu dilakukan. Namun jika terjadi kesalahan dalam memberikan
asumsi dasar yang berdampak terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan
budaya mungkin diperlukan.
Bentuk budaya mutu dalam organisasi sangat komplek.
Dalam membentuk budaya organisasi, kepercayaaan dan nilai saling mendukung dan
melengkapi satu sama lain. Agar dapat dimengerti dengan baik, budaya mutu dalam
organisasi ini dibagi menjadi delapan elemen penting yaitu sebagai berikut:
a) Etika, adalah disiplin yang terkait dengan kebaikan dan keburukan dalam berbagai situasi. Ia merupakan dua sisi mata
uang yang dilambangkan oleh etika organisasi dan etika individu. Etika
organisasi membentuk sebuah kode etik bisnis yang menguraikan petunjuk bagi
semua anggotanya dan harus melekat dalam pekerjaan sehari-hari mereka.
b) Integritas, mencakup kejujuran, moral, nilai-nilai, keadilan, dan kesetiaan terhadap
kebenaran dan keikhlasan. Karakteristiknya adalah bahwa apa yang diharapkan
oleh pelanggan (internal/eksternal) dan apa yang memang layak untuk mereka
terima.
c) Kepercayaan, adalah produk dari integritas dan
prilaku yang beretika. Tanpa kepercayaan, kerangka kerja dari manajemen mutu tidak dapat dibangun. Kepercayaan
membantu perkembangan partisipasi penuh dari semua anggota organisasi.
d) Pelatihan
(training), sangat penting artinya bagi karyawan organisasi agar bisa menjadi
lebih produktif. Disamping itu para supervisor mesti bertanggungjawab dalam menerapkan budaya mutu di departemennya.
e) Kerjasama
tim juga merupakan sebuah elemen kunci dari budaya mutu, yang menjadi alat bagi organisasi dalam
mencapai kesuksesan. Dengan menggunakan tim kerja, organisasi akan dapat
memperoleh penyelesaian yang cepat dan tepat terhadap semua masalah.
f) Kepemimpinan, mungkin merupakan hal yang paling
penting dalam budaya mutu. Ia muncul pada semua tempat dalam organisasi. Kepemimpinan dalam manajemen mutu membutuhkan Manager-Manager yang dapat
memberikan pandangan atau visi yang dapat memberikan masukan, membuat arahan strategis yang dapat
dimengerti oleh semua orang dan menanamkan nilai-nilai sebagai pedoman bagi
bawahannya.
g) Komunikasi, akan mengikat segala sesuatu secara
bersama-sama. Dimulai dari pondasi sampai ke atap dari suatu bangunan budaya mutu, semua elemen diikat oleh campuran semen
pengikat berupa komunikasi. Ia bertindak sebagai sebuah mata rantai penghubung
antara semua elemen budaya mutu.
h) Penghargaan, adalah elemen terakhir dari keseluruhan
sistem budaya mutu. Ia sebaiknya diberikan untuk
saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang memuaskan baik dihasilkan oleh suatu
tim ataupun individu. Para karyawan akan didorong untuk berusaha keras
memperoleh penghargaan untuk dirinya dan untuk timnya. Menemukan dan mengenal
para kontributor dari saran-saran dan pencapaian-pencapaian yang baik tersebut
merupakan tugas dari seorang Supervisor.
5. Menciptakan Sekolah Efektif dengan Budaya Mutu dalam Pendidikan Islam
Penyelenggaraan layanan belajar bagi peserta didik biasanya dikaji
dalam konteks mutu pendidikan yang erat hubungannya dengan kajian kualitas
manajemen dan Efektivitas Sekolah. Di lingkungan system persekolahan, konsep
mutu pendidikan dipersepsi berbeda-beda oleh berbagai pihak. Menurut persepsi
kebanyakan orang (orang tua dan masyarakat pada umumnya), mutu pendidikan di
sekolah secara sederhana dilihat dari perolehan nilai atau angka yang dicapai
seperti ditunjukkan dalam hasil-hasil ulangan dan ujian. Sekolah dianggap
bermutu apabila para siswanya sebagian besar atau seluruhnya, memperoleh nilai
atau angka yang tinggi, sehingga berpeluang melanjutkan ke jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Persepsi tersebut tidak keliru apabila nilai atau angka tersebut
diakui sebagai representasi dari totalitas hasil belajar, yang dapat dipercaya
menggambarkan derajat perubahan tingkah laku atau penguasaan kemampuan yang
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan demikian, hasil
pendidikan yang bermutu memiliki nuansa kuantitatif dan kualitatif. Artinya,
disamping ditunjukkan oleh indikator seberapa banyak siswa yang berprestasi
sebagai mana dilihat dalam perolehan nilai yang tinggi, juga ditunjukkan oleh
seberapa baik kepemilikian kualitas pribadi para siswanya, seperti tampak dalam
kepercayaan diri, kemandirian, disiplin, kerja keras dan ulet, terampil,
berbudi pekerti, beriman dan bertaqwa, bertanggung jawab sosial dan kebangsaan,
apresiasi, dan lain sebagainya. Analisis di atas memberikan pemahaman yang
jelas bahwa konsep Efektivitas Sekolah berkaitan langsung dengan mutu kinerja
sekolah.
Budaya mutu sekolah adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan,
suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah secara produktif mampu memberikan
pengalaman dan bertumbuhkembangnya sekolah untuk mencapai keberhasilan
pendidikan berdasarkan spirit dan nilai-nilai yang dianut oleh sekolah. Dalam
hal ini, Depdiknas (2000) telah merumuskan beberapa elemen budaya mutu sekolah
sebagai berikut: (1) informasi kualitas untuk perbaikan, bukan untuk
mengontrol, (2) kewenangan harus sebatas tanggungjawab, (3) hasil diikuti
rewards atau punishment, (4) kolaborasi, sinergi, bukan persaingan sebagai
dasar kerjasama, (5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya, (6)
atmosfir keadilan, (7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan (8) warga
sekolah merasa memiliki sekolah.
Sedangkan Peter dan Waterman, menemukan nilai-nilai budaya yang
secara konsisten dilaksanakan di sekolah yang baik, yaitu mutu dan pelayanan
merupakan hal yang harus diutamakan, selalu berupaya menjadi yang terbaik,
memberikan perhatian penuh pada hal-hal yang nampak kecil, tidak membuat jarak
dengan klien, melakukan sesuatu sebaik mungkin, bekerja melalui orang (bukan
sekedar bekerjasama atau memerintahnya), memacu inovasi, dan toleransi terhadap
usaha yang berhasil.
C. Penutup
Dari uraian
makalah di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Budaya didefinisikan sebagai serangkaian aturan yang dibuat
oleh masyarakat sehingga menjadi milik bersama, dapat diterima oleh masyarakat,
dan bertingkah laku sesuai dengan aturan. Sedangkan Mutu adalah kualitas, ukuran, baik buruk
sesuatu, taraf atau derajat. Mutu
mengandung makna sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang
dihasilkan.
2. upaya
dalam menciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
Pemahaman tentang budaya sekolah, Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah, Reward
and punishment.
3. sumber-sumber
pembentuk budaya organisasi, diantaranya: (1) pendiri organisasi, (2) pemilik
organisasi, (3) sumber daya manusia asing, (4) luar organsasi, (5) orang yang
berkepentingan dengan organisasi (stakeholder), dan (6) masyarakat.
4. elemen
budaya mutu sekolah sebagai berikut: (1) informasi kualitas untuk perbaikan,
bukan untuk mengontrol, (2) kewenangan harus sebatas tanggungjawab, (3) hasil
diikuti rewards atau punishment, (4) kolaborasi, sinergi, bukan persaingan
sebagai dasar kerjasama, (5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya, (6)
atmosfir keadilan, (7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan (8) warga
sekolah merasa memiliki sekolah.
Daftar PUSTAKA
Azizy, A. Qodry A., Pendidikan (Agama) Untuk Membangun
Etika Sosial Semarang: Aneka Ilmu, 2003.
Fathurrohman, Muhammad dan Sulistyorini, Implementasi
Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam, Yogyakarta: Teras, 2012.
Gaspersz, Vincent, Total Quality Management, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2003.
http://artisticmedia-bkt.blogspot.com/2011/02/pengembangan-budaya-sekolah.html
Jerome, Pendidikan Berbasis Mutu Prinsip-Prinsip Perumusan dan
Tata Langkah Penerapan, terj. Yosal Iriantara, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005.
Poerwadarminto, W.J.S., Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2006.
Sugian, Syahu, Kamus Manajemen Mutu, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2006.
Sulipan,"
http://www.geocities.com/cbet_centre/kumpulan1.html" Feb 2012
Sallis, Edward, Total Quality Management in Education,
Penerjemah Ahmad
Ali Riyadi, (Yogyakarta: IRCiSod, 2008
http://kikyuno.blogspot.com/2012/05/makalah-budaya-sekolah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar