KITAB
TA'LIM AL-MUTA'ALLIM
Oleh:
Hadi Purwanto
Kitab Ta'lim al-Muta'allim
mempunyai judul lengkap Ta'lim al-Muta'allim Lit-Ta'allum Thariq at-Ta'allum,
pertama kali diterbitkan pada tahun 1265 M di Mursidabad setelah mendapat
tafsiran atau syarahan dari Ibnu Ismail pada tahun 996. Kitab yang mendapat
syarahan tersebutlah yang sampai kini dipelajari dan dikaji oleh para penuntut
ilmu yang ada di pesantren-pesantren di Indonesia.
Kitab Ta'lim
al-Muta'allim ini adalah termasuk kedalam golongan kitab klasik atau al-kutub
al-qodimah dalam kalangan pesantern sering disebut dengan istilah "kitab
gundul" karena kitab ini tidak mempunyai baris atau syakkal dan
juga diebut dengan "kitab kuning" karena kebanyakan kitab-kitab
tersebut berwarna kuning. Sedangkan dalam spesifikasi kitab kuning secara umum
kitab Ta'lim al-Muta'allim tergolong dalam kategori matn. Matn
merupakan teks asal atau inti yang biasanya diletakkan di bagian pinggir
(margin) sebelah kanan maupun kiri dari setiap halaman kitab kuning, sedangkan
bagian tengahnya di isi oleh syarh (komentar teks dari matn dan
penjelasan).
Kemudian kitab ini
pun diterbitkan secara luas keseluruh dunia, dan dicetak diberbagai belahan
negara baik timur maupun barat. Adapun beberapa cetakan kitab Ta'lim
al-Muta'allim yang ada di beberapa negara antara lain:
1. Tunis pada tahun 1286 M dan diterbitkan lagi pada tahun 1874 M.
2. Kairo Mesir kitab ini semula diterbitkan pada tahun 1281 M, 1307
M dan 1318 M.
3. Istambul diterbitkan pada tahun 1892 M dan 1898 M.
4. Beirut, tanpa tahun.
5. Lizbig, diterbitkan pada tahun 1838 M
6. Jerman, diterbitkan pada tahun 1709 M dan
7. Indonesia, tanpa tahun.
Setelah dicetaknya
kitab Ta'lim al-Muta'allim tersebut di berbagai negara di dunia,
sehingga dapat mudah dipelajari dan juga diterjemahkan dalam versi negara atau
daerah tersebut. Tidak itu saja Kitab Ta'lim al-Muta'allim juga mendapat
syarahan dari beberapa peneliti selain dari Ibnu Ismail.
Seorang peneliti
bernama Brockelmann dalam bukunya Geshicher der Arabischen Litteratur
menerangkan bahwa setidaknya terdapat enam orang yang telah mensyarahkan
atau menafsirkan kitab Ta'lim al-Muta'allim ini, yang di antaranya
adalah:
1.
Naw'i
2.
Ibrahim bin Ismail
3.
Ishaq bin Ibrahim al-Anshari Asaf
dengan judul Mir'at at Thalibin
4.
Qadi bin Zakariyah al-Anshari
Asaf,
5.
Otman Parazi dengan judul Tafhim al-Mutafahhim, dan
6.
Sebuah tafsir atau sarahan dari
penulis yang tidak dikenal.
Selain itu ia juga
mencatat bahwa kitab Ta'lim al-Muta'allim telah diterjemahkan kedalam bahasa Latin dengan judul Enrhiridon
Studiosii oleh H. Reland pada tahun 1907 M dan kemudian juga diedit oleh C.
Caspari pada tahun 1838. di Indonesia sendiri penulis mendapatkan terjemaham
kitab Ta'lim al-Muta'allim yang telah diterjemahkan oleh Abdul Kadir
al-Jufri dengan judul Terjemah Ta'lim Al-Muta'allim pada tahun 1995.
Sejak terbitnya
terjemahan kitab Ta'lim al-Muta'allim ini banyak peneliti yang mulai
tertarik dengan konsep pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Syekh az-Zarnuji.
Dan mulai tahun 1907-an para ilmuwan mulai mempelajari dan juga menulis
karya-karya sejenis.
Kitab Ta'lim
al-Muta'allim merupakan kitab yang mempunyai bentuk kecil dan terdiri hanya
13 (tiga belas) pasal/bab, namun isinya sangat padat. Kitab Ta'lim
al-Muta'allim yang memuat tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi
belajar dan etika belajar dan lain-lain
sehingga sampai saat ini kitab tersebut masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan
untuk pendidikan Islam saat ini.
Kitab Ta'lim
al-Muta'allim yang berisikan tentang belajar dan ilmu ilmu yang harus
dipelajari, merupakan menganut paham pembagian ilmu menurut kategori fikih.
Dalam kitab ini menjelaskan bahwa setiap pelajar tidak diharuskan mencari
seluruh ilmu. Yang diwajibkan terlebih dahulu adalah ilmu yang digunakan
sehari-hari (ilmu hal). Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat yang artinya "bahwa
sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu hal, dan sebaik-baiknya perbuatan atau amal adalah memeriksa perbuatan ilmu hal".
Ilmu-ilmu tersebut selanjutnya dihubungkan dengan pekerjaan wajib dalam ibadah
seperti shalat, puasa, membayar zakat dan lain sebagainya.
Dalam membuka
kitabnya Syekh az-Zarnuji memulai dengan menyebut pujian kepada Allah yang
telah mengangkat derajat umat manusia dengan ilmu dan amal. Kemudian
dilanjutkan dengan shalawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW yang merupakan
pemimpin orang arab dan selain orang arab (seluruh umat) dan disambung juga
kepada keluarga-keluarga Nabi, para sahabat Nabi yang telah menjadi sumber ilmu
dan hikmah.
Setelah membuka
kitab ini dengan pujian dan sahalawat Syekh az-Zarnuji memulai mengutarakan
keprihatinannya kepada para penuntut ilmu yang telah bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu namun mereka banyak yang tidak mendapatkan manfaat dari ilmunya.
Hal ini dikarenakan dalam menuntut ilmu masih ada kesalahan dari cara menuntut
ilmu dan syarat-syarat menuntut ilmu yang telah mereka tinggalkan.
Dalam kitab Ta'lim
al-Muta'allim Syekh Az Zarnuji menegaskan bahwa judul dalam kitab ini
adalah Ta'lim al-Muta'allim Thariq at Ta'allum yang terdiri dari tiga
belas pasal yang antara lain adalah:
1.
Menerangkan hakikat ilmu, hukum
mencari ilmu, dan keutamaan ilmu.
2.
Niat dalam mencari ilmu.
3. Cara memilih ilmu, guru,
teman, dan ketekunan.
4. Cara menghormati ilmu
dan guru.
5.
Kesungguhan dalam mencari ilmu.
6.
Ukuran dan urutannya.
7.
Tawakal.
8.
Waktu belajar Ilmu.
9.
Saling mengasihi dan saling
menesihati.
10. Mencari tambahan ilmu pengetahuan.
11. Bersikap wara’ ketika menuntut ilmu.
12. Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan dan yang melemahkannya.
13. Hal-hal yang memudahkan datangnya rezeki, hal hal yang dapat
memperpanjang dan mengurangi umur.
Adapun Isi dari
pasal-pasal yang tersebut di atas antara lain adalah:
1. Fasal pertama, hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamaan
ilmu.
Dalam memulai
fasal pertama Syekh az-Zarnuji mengutip sebuah hadits yang berbunyi:
طَلَبُ اْلعَلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Dari hadits di
atas jelaslah bahwa menuntut ilmu itu adalah wajib bagi laki-laki dan
perempuan. Adapun ilmu yang wajib dipelajari mula-mula adalah Ilmu Hal
bukan semua ilmu. Sebagaimana beliau mengutip sebuah perkataan yang artinya: Ilmu
yang paling utama adalah ilmu hal dan perbuatan yang paling baik adalah menjaga
hal. Yang dimaksud ilmu hal ini adalah ilmu-ilmu Usul ad-Din dan
Ilmu Fikih yang nantinya akan dipakai dalam amal ibadah dan perbuatannya
sehari-hari.
Selanjutnya Syekh
az-Zarnuji mencontohkan dalam hal mengerjakan ibadah shalat, sehingga sebelum
shalat kita harus mengetahui rukun-rukun dalam melaksanakan shalat. Sehingga
az-Zarnuji menjelaskan bahwa melaksanakan shalat itu hukumnya wajib maka
menuntut ilmu shalat juga wajib. Selain ibadah juga dicontohkan perbuatan lain
seperti dalam perdagangan maka wajib bagi para pedagang mengetahui ilmunya
supaya terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh agama.
Selain itu
az-Zarnuji juga mewajibkan untuk mempelajari ilmu akhlak dan ilmu ahwal al-Qalb
(ilmu hati) seperti, tawakkal, ridha, tawadhu' dan lain lain. Adapun mempelajari
ilmu-ilmu yang dipakai dalam waktu sementara maka hukumnya adalah fardu 'ain.
Az-Zarnuji juga menambahkan bahwa selain ilmu yang hukumnya fardu 'ain ada ilmu
yang hukumnya fardu kifayah bagi umat Islam seperti ilmu ketabibab
(obat-obatan). Sedangkan mempelajari ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat dan
membahayakan maka hukumnya haram.
2. Fasal kedua niat dalam mencari ilmu.
Pada Bab II kitab Ta'lim
al-Muta'allim membahas mengenai tujuan belajar. Bagi az-Zarnuji, untuk
mencapai tujuan belajar seoarang murid harus memiliki niat dan motifasi yang
kuat. Niat merupakan asas dari sutu perbuatan karena dengan niat yang baik
seala sesuatu perbuatan yang nampaknya hanyalah amalan duniawi dapat
bernilai ukhrawi dan demikian pula
sebaliknya.
Pernyataan
az-Zarnuji tentang niat ini diperkuat dengan mengutip sebuah hadits Nabi yang
berbunyi:
اِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ
Menurut az-Zarnuji
ada beberapa niat yang harus yang harus diniatkan oleh setiap penuntut ilmu,
antara lain: (1) Ikhlas mencari ridho Allah SWT. (2) mencari kebahagian
akhirat, (3) Menghilangkan kebodohan, (4) Menghidupkan dan melestarikan Islam,
dan (5) menghilangkan kebodohan.
Az-Zarnuji juga
mengingatkan agar para menuntut ilmu jangan meniatkan kepada hal-hal yang
bersifat indifidual seperti mencari kedudukan untuk kepentingan diri sendiri
atau hawa nafsunya belaka, namun boleh mencari kedudukan yang akan digunakan
untuk kepentingan agama.
3. Fasal ketiga cara memilih ilmu, guru, teman, dan ketekunan.
Pada bab III kitab
Ta'lim al-Muta'allim membahas mengenai persoalan-persoalan memilih
bidang studi, guru dan kawan belajar. Berkaitan dengan pemilihan bidang studi,
az-Zarnuji mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individual untuk mengembangkan
keilmuan secara bertahap. Az-Zarnuji melaraskan bahwa ketika melakukan studi,
seorang murud diharuskan memilih salah satu di antara semua cabang ilmu yang
paling bermanfaat bagi diri sendiri. Lebih lanjut az-Zarnuji mengenai urutan
mempelajari ilmu bahwa pertama-tama harus mempelajari ilmu agama selanjutnya
baru ilmu-ilmu yang lain.
Mengenai pemilihan
guru, ia menetapkan tiga kreteria guru yang harus dipertimbangkan, yakni guru
yang paling terpelajar, paling saleh dan paling tua. Dalam pembahasan mengenai
pemilihan teman belajar, ia menyarankan agar murid memilih seseorang yang
rajin, relijius, berbakat, serta memiliki karakter dan pemahaman yang baik.
Selain itu juga
az-zarnuji juga mengingatkan bahwa dalam menuntut ilmu harus memperhatikan
kepada pemilihan teman yang baik dalam menuntut ilmu dan juga tempat menuntut
ilmu. Selain itu az-Zarnuji juga mengutip perkataan Ali bin Abi Tholib:
"Ketahuilah, engkau tidak akan
memrih ilmu kecuali dengan enam perkara. Akan kuutarakan semuanya itu kepadamu
secara jelas: Kecarcdasan, ketamakan (semangat belajar), kesabaran, memiliki
bekal, petunjuk guru, dan waktu yang lama."
4. Fasal keempat cara menghormati ilmu dan guru.
Pada bab IV
membahas tentang penghormatan terhadap ilmu dan orang-orang yang berilmu. Dalam
bab ini az-Zarnuji memberikan pernyataan yang umum bahwa dalam rangka meraih
kesuksesan dalam sudinya, seorang murid harus memiliki penghormatan yang tinggi
terhadap ilmu. Penghormatan yang ia maksudkan adalah seoarang murid harus
memiliki sikap mental yang baik selama mengikuti proses belajar. Jika mentalnya
tidak dikondisikan sebelumnya, menurut az-Zarnuji seoarang murid akan mendapat
kesukaran dalam memperoleh manfaat ilmu pengetahuan. Untuk itulah, salah satu
indikator penghormatan terhadap ilmu, murid harus menghormati ilmu, murid harus
menghormati guru sepanjang ia menjadi sumber ilmu yang dicarinya. Dalam
mengantarkan perintah-perintah bijak ini, az-Zarnuji melengkapinya dengan
untaian syair sebagaimana diungkapkan sebagai berikut;
"Tidak ada hak yang lebih besar
kecuali pada hak seorang guru. Hal ini wajib dipelihara oleh setiap orang
Islam. Sungguh pantas bila seorang guru
yang mengajar mendapat kemuliaan.
Diberikan kepadanya hadiah seribu dirham walaupun hanya mengajarkan satu
huruf."
Dalam hal
menghormati ilmu az-Zarnuji mengaskan bahwa diantara adalah dengan menulis atau
menyalin pelajaran secara rapi agar mudah membaca atau mengulangnya dikemudian
hari.
5. Fasal kelima kesungguhan dalam
mencari ilmu.
Pada bab V
membahas tentang-tentang aspek yang berhubungan dengan sifat rajin, gigih dan
tekun selama melakukan studi. Dalam bab ini az-Zarnuji memberikan nasehat agar
murid senantiasa memiliki kegigihan dalam belajar dan mengulang-ngulang materi
pelajaran secara kontinyu baik pada permulaan malam maupun pada akhir malam.
Menurutnya, waktu yang cukup bernilai dan dimanfaatkan untuk proses belajar
adalah antara senja dan fajar subuh adalah waktu mubarak, disamping itu
az-Zarnuji mengingatkan murid agar tidak menguras ataupun melemahkan diri
sendiri.
Az-Zarnuji juga
menegaskan bahwa salah satu cara untuk menghilangkan kemalasan dalam menuntut
ilmu adalah banyak makan karena Nabi pernah menyatakan bahwa Allah membenci
tiga jenis manusia bukan karena dosa yakni orang yang tukang makan, bakhil dan
sombong.
6. Fasal keenam ukuran dan urutan
mencari ilmu.
Bab VI memfokuskan
perhatiannya terhadap materi mengenai permulaan belajar. Dalam mengantarkan bab
ini, az-Zarnuji mengutip pengalaman gurunya, Burhanuddin al-Marghinani yang
senantiasa memulai proses belajar pada tiap hari rabu. Pengalaman yang sama
juga dialami oleh Qiwanuddin Ahmad bin 'Abdurrasyid. Pilihan hari rabu sebagai
hari terbaik dalam memulai belajar ini didasarkan diungkapkan az-Zarnuji dalam
tulisannya, yaitu:
"Hal ini dikarenakan bahwa hari
rabu adalah hari dimana cahaya diciptakan dan ini adalah hari berbahaya
terhadap jalan (cara-cara) orang kafir dan sekaligus menjadi hari yang membawa
berkah (menguntungkan) bagi oring-oarang yang beriman."
Sebagai tambahan,
az-Zarnuji menyatakan bahwa murid harus memulai belajarnya dengan mata
pelajaran yang lebih siap dipahami. Kemudian setelah memahami pelajaran yang
yang dipelajarinya menambahnya sedidkit demi sedidkit, dan pada mempelajarinya
seorang pelajar harus mengulang-ngulang dalam membacanya minimal dua kali.
Tidak hanya itu saja az-Zarnuji juga menegaskan bahwa setelah memahami
pelajaran tersebut seorang pelajar harus mencatatnya supaya dapat digunakan
dikemudian hari.
Selain itu, bab
ini juga memberikan penjelasan megenai metode pembelajaran yang dianggap baik.
Menurutnya ada tiga metode yang biasa dipertimbangkan, yaitu; berdiskusi,
berargumentasi dan mengajukan pertanyaan. Sebagaimana diperlihatkan dalam uangkapannya
"Sangat penting bagi penuntut ilmu melalui sarana diskusi, argumentasi,
dan bertanya ("mudzākarah, munādzarah dan muthōrobah)
7. Fasal ketujuh Tawakkal.
Pada bab VII
membahas mengenai keimanan kepada Tuhan. Dalam bab ini, az-Zarnuji memberikan pernyataan
yang tegas dan lugas bahwa dalam mencari ilmu itu harus mempercayakan kepada
Tuhan selagi seseorang membutuhkan dana untuk memdukung proses studi dan tidak
prihatin dengan persoalan-persoalan nafkah hidup (makanan) serta tidak sibuk
memikirkan itu.
Untuk mendukung
pernyataan ini, ia mendasarkan pada ajaran Mansur al-Hallaj, yang menjawab
pertanyaan seorang laki-laki untuk minta nasehat dalam menuntut ilmu dan beliau
mengungkapkan "sibukkan dirimu sendiri, sebab jika tidak kamu sibukkan,
maka ia akan menyibukkan dirimu". Di bagian ini, az-Zarnuji secara
esensial menyatakan bahwa mencari ilmu membutuhkan konsentrasi penuh, dan harus
menghindarkan kebimbangan. Penuntut ilmu juga diharuskan bersabar dalam
menuntut ilmu sebagaimana yang dialami oleh Nabi Musa AS. Hal ini perlu
dimaklumi karena dalam menuntut ilmu tidak akan terlepas dari kesulitan.
8. Fasal kedelapan waktu belajar ilmu.
Pada bab VIII
membahas tentang waktu belajar. Dari keseluruhan bab dalam kitab Ta'lim
al-Muta'allim, pembahasan mengenai tema ini tergolong paling singkat. Dalam
bab ini, az-Zarnuji mengutip sebuah hadis nabi yang menyatakan bahwa waktu
belajar pada dasarnya tidak terbatas, dari sejak lahir hingga ke liang lahat.
Sama halnya dengan pepatah barat yang mengatakan "life long
education".
Dalam prakteknya,
ia memberikan batasan waktu yang cukup efektif untuk belajar, dengan
mengungkapkan bahwa "waktu yang paling baik (untuk belajar) adalah pada
masa permulaan remaja dan juga pada saat fajar dan antara waktu matahari naik
dan saat pertama berjaga di malam hari." Az-Zarnuji juga mengingatkan
agar para penuntut ilmu memanfatkan waktunya untuk belajar. Dalam belajar
hendaknya penuntut ilmu tidak berkonsentrasi hanya pada satu mata pelajaran,
karena hal tersebut akan membuatnya bosan, tetapi harus membuat pilihan yang
fleksibel. Ia memberikan sebuah contoh, yakni bahwasanya Ibnu Abbas membaca
kumpulan puisi ketika ia mengalami kelelahan dalam belajar.
9. Fasal kesembilan saling mengasihi
dan saling menasehati.
Pada bab IX
membahas tentang kegunaan saling mengasihi dan memberi nasehat yang baik. Pada
permulaan bab ini, az-Zarnuji mengatakan bahwa seoarang guru diwajibkan menjadi
seorang yang selalu memberi kasih sayang dan selalu memberi nasehat, dan tidak
dengki.
Az-Zarnuji juga
menegaskan agar penuntut ilmu selalu sibuk dalam melakukan kebaikan dan
menghindari permusuhan. Karena permusuhan hanya akan membuang-buang waktu dalam
menuntut ilmu hal ini sebagaimana dikutip dari perkataan Nabi Isa AS. Yang
berbunyi:
"Bertahanlan menghadapi ejekan
orang bodoh sekali saja, niscaya kamu akan beruntung sepuluh kali."
10. Fasal kesepuluh mencari tambahan
ilmu pengetahuan.
Pada bab X
mengetengahkan sarana yang berguna dalam mencapai ilmu. Untuk memperoleh
keunggulan dalam menimba ilmu, az-Zarnuji menyatakan bahwa murid harus belajar
sepanjang waktu. Penuntut ilmu juga harus selalu membawa buku dan pulpen agar
dapat menuliskan ilmu yang ia dapatkan pada saat itu. Murid juga harus aktif
berkomunikasi dengan orang terpelajar mengenai segala sesuatu yang tidak
dipahaminya.
Dalam hal ini
az-Zarnuji menegaskan kepada para penuntut ilmu agar tidak menyia-niyakan
waktunya sedikit pun melainkan untuk menuntut ilmu. Hal ini diperkuat dengan
perkataan Yahya bin Mu'az ar-Razi.
"Malam itu amat panjang, maka
jangan kamu habiskan untuk tidurmu. Dan siang itu terang benderang maka jangan
engkau redupkan dengan dosa-dosamu."
11. Fasal kesebelas bersikap wara'
ketika menuntut ilmu.
Pada bab XI
memfokuskan pada perlunya menahan hawa nafsu selama menuntut ilmu. Untuk
memberikan wawasan mengenai tema ini, az-Zarnuji mengutip hadis Nabi yang
menyatakan bahwa:
"Barang siapa tidak berusaha
meninggalkan hawa nafsu pada saat belajar, maka Allah SWT akan menguji dengan
salah satu dari tiga cara: baik dia mencabut kehidupan di masa mudanya, atau
ditempatkan disuatu kampong dengan orang-orang yang bodoh, atau diuji untuk
menjadi pelayan seorang sultan."
Demikian
pentingnya asfek ini, az-Zarnuji menyatakan bahwa murid harus menghindari
orang-orang yang memiliki kategori perusak, pendosa dan sembrono. Sebaliknya,
ia menyarankan agar seorang murid harus senantiasa mematuhi standar etik (adab)
yang telah ditetapkan oleh Nabi.
12. Fasal kedua belas hal-hal yang
dapat menguatkan hafalan
Pada bab XII
membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemahaman dan kuat
ingatan. Az-Zarnuji menyebut dua faktor yang sangat signifikan dalam memperkuat
ingatan seseorang, yaitu adanya sifat rajin dan tekun. Namun secara praktis, ia
memperkenalkan bebarapa tata cara meningkatkan daya ingatan, yaitu: mengurangi
makanan, senantiasa melakukan shalat malam, dan membaca al-Qur'an.
Dalam hal ini
sifat lupa atau sering kelupaan, ia menyarankan agar seseorang menghindarkan
dari berbuat maksiat atau dosa dan selalu sibuk dengan memikirkan urusan dunia.
Namun ada juga beberapa menu makanan, yang menyebabkan lupa yaitu: memakan
ketumbar, apel asam, menonton orang yang dipancung, dan membaca inskripsi di
pusara, dan juga melintasi iring-iringan onta, melempari tempat tinggal lebah
di bumi dan memakai penutup gelas di tengkuk leher.
13. Fasal ketiga belas Hal-hal yang
dapat memudahkan datangnya rezeki.
Pada bab XIII
adalah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kemudahan dalam mencari rizki
dan menghindari hal-hal yang tidak diperkenankan. Dalam bab ini, az-Zarnuji
menyarankan agar murid mengetahui hal-hal yang bisa menambah rezeki, umur dan
lebih sehat sehingga dapat mencurahkan seluruh kemampuannya untuk mencapai apa
yang telah dicita-citakan.
Az-Zarnuji juga menjelaskan
beberapa hal yang dapat menambah rezeki seperti: shalat dhuha dan membaca
beberapa surat al-Qur'an seperti surah al-Waqi'ah, surah al-Mulk, surah
al-Muzammil, surah al-Laili, dan surah al-Insyiroh, datang ke masjid sebelum
dikumandangkan adzan, terus menerus dalam keadaan suci dan melakukan shalat
sunnah fajar dan witir di rumah.
Mengakhiri kitabnya az-Zarnuji
menutup dengan pujian kepada Allah SWT. Kemudian dilanjutkan dengan sholawat
dan salam yang dipersembahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar