Jumat, 25 Desember 2015

KITAB TA'LIM AL-MUTA'ALLIM

KITAB TA'LIM AL-MUTA'ALLIM
Oleh: Hadi Purwanto

Kitab Ta'lim al-Muta'allim mempunyai judul lengkap Ta'lim al-Muta'allim Lit-Ta'allum Thariq at-Ta'allum, pertama kali diterbitkan pada tahun 1265 M di Mursidabad setelah mendapat tafsiran atau syarahan dari Ibnu Ismail pada tahun 996. Kitab yang mendapat syarahan tersebutlah yang sampai kini dipelajari dan dikaji oleh para penuntut ilmu yang ada di pesantren-pesantren di Indonesia.
Kitab Ta'lim al-Muta'allim ini adalah termasuk kedalam golongan kitab klasik atau al-kutub al-qodimah dalam kalangan pesantern sering disebut dengan istilah "kitab gundul" karena kitab ini tidak mempunyai baris atau syakkal dan juga diebut dengan "kitab kuning" karena kebanyakan kitab-kitab tersebut berwarna kuning. Sedangkan dalam spesifikasi kitab kuning secara umum kitab Ta'lim al-Muta'allim tergolong dalam kategori matn. Matn merupakan teks asal atau inti yang biasanya diletakkan di bagian pinggir (margin) sebelah kanan maupun kiri dari setiap halaman kitab kuning, sedangkan bagian tengahnya di isi oleh syarh (komentar teks dari matn dan penjelasan).
Kemudian kitab ini pun diterbitkan secara luas keseluruh dunia, dan dicetak diberbagai belahan negara baik timur maupun barat. Adapun beberapa cetakan kitab Ta'lim al-Muta'allim yang ada di beberapa negara antara lain:
1.      Tunis pada tahun 1286 M dan diterbitkan lagi pada tahun 1874 M.
2.      Kairo Mesir kitab ini semula diterbitkan pada tahun 1281 M, 1307 M dan 1318 M.
3.      Istambul diterbitkan pada tahun 1892 M dan 1898 M.
4.      Beirut, tanpa tahun.
5.      Lizbig, diterbitkan pada tahun 1838 M
6.      Jerman, diterbitkan pada tahun 1709 M dan
7.      Indonesia, tanpa tahun.
Setelah dicetaknya kitab Ta'lim al-Muta'allim tersebut di berbagai negara di dunia, sehingga dapat mudah dipelajari dan juga diterjemahkan dalam versi negara atau daerah tersebut. Tidak itu saja Kitab Ta'lim al-Muta'allim juga mendapat syarahan dari beberapa peneliti selain dari Ibnu Ismail.
Seorang peneliti bernama Brockelmann dalam bukunya Geshicher der Arabischen Litteratur menerangkan bahwa setidaknya terdapat enam orang yang telah mensyarahkan atau menafsirkan kitab Ta'lim al-Muta'allim ini, yang di antaranya adalah:
1.      Naw'i
2.      Ibrahim bin Ismail
3.      Ishaq bin Ibrahim al-Anshari Asaf dengan judul Mir'at at Thalibin
4.      Qadi bin Zakariyah al-Anshari Asaf,
5.      Otman Parazi dengan judul  Tafhim al-Mutafahhim, dan
6.      Sebuah tafsir atau sarahan dari penulis yang tidak dikenal.
Selain itu ia juga mencatat bahwa kitab Ta'lim al-Muta'allim telah diterjemahkan  kedalam bahasa Latin dengan judul Enrhiridon Studiosii oleh H. Reland pada tahun 1907 M dan kemudian juga diedit oleh C. Caspari pada tahun 1838. di Indonesia sendiri penulis mendapatkan terjemaham kitab Ta'lim al-Muta'allim yang telah diterjemahkan oleh Abdul Kadir al-Jufri dengan judul Terjemah Ta'lim Al-Muta'allim pada tahun 1995.
Sejak terbitnya terjemahan kitab Ta'lim al-Muta'allim ini banyak peneliti yang mulai tertarik dengan konsep pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Syekh az-Zarnuji. Dan mulai tahun 1907-an para ilmuwan mulai mempelajari dan juga menulis karya-karya sejenis.
Kitab Ta'lim al-Muta'allim merupakan kitab yang mempunyai bentuk kecil dan terdiri hanya 13 (tiga belas) pasal/bab, namun isinya sangat padat. Kitab Ta'lim al-Muta'allim yang memuat tentang tujuan belajar, prinsip belajar, strategi belajar  dan etika belajar dan lain-lain sehingga sampai saat ini kitab tersebut masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan untuk pendidikan Islam saat ini.
Kitab Ta'lim al-Muta'allim yang berisikan tentang belajar dan ilmu ilmu yang harus dipelajari, merupakan menganut paham pembagian ilmu menurut kategori fikih. Dalam kitab ini menjelaskan bahwa setiap pelajar tidak diharuskan mencari seluruh ilmu. Yang diwajibkan terlebih dahulu adalah ilmu yang digunakan sehari-hari (ilmu hal). Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat yang artinya "bahwa sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu hal, dan sebaik-baiknya perbuatan  atau amal adalah memeriksa perbuatan ilmu hal". Ilmu-ilmu tersebut selanjutnya dihubungkan dengan pekerjaan wajib dalam ibadah seperti shalat, puasa, membayar zakat dan lain sebagainya.
Dalam membuka kitabnya Syekh az-Zarnuji memulai dengan menyebut pujian kepada Allah yang telah mengangkat derajat umat manusia dengan ilmu dan amal. Kemudian dilanjutkan dengan shalawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW yang merupakan pemimpin orang arab dan selain orang arab (seluruh umat) dan disambung juga kepada keluarga-keluarga Nabi, para sahabat Nabi yang telah menjadi sumber ilmu dan hikmah.
Setelah membuka kitab ini dengan pujian dan sahalawat Syekh az-Zarnuji memulai mengutarakan keprihatinannya kepada para penuntut ilmu yang telah bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu namun mereka banyak yang tidak mendapatkan manfaat dari ilmunya. Hal ini dikarenakan dalam menuntut ilmu masih ada kesalahan dari cara menuntut ilmu dan syarat-syarat menuntut ilmu yang telah mereka tinggalkan.
Dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim Syekh Az Zarnuji menegaskan bahwa judul dalam kitab ini adalah Ta'lim al-Muta'allim Thariq at Ta'allum yang terdiri dari tiga belas pasal yang antara lain adalah:
1.      Menerangkan hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamaan ilmu.
2.      Niat dalam mencari ilmu.
3.      Cara memilih ilmu, guru, teman, dan ketekunan.
4.      Cara menghormati ilmu dan guru.
5.      Kesungguhan dalam mencari ilmu.
6.      Ukuran dan urutannya.
7.      Tawakal.
8.      Waktu belajar Ilmu.
9.      Saling mengasihi dan saling menesihati.
10.  Mencari tambahan ilmu pengetahuan.
11.  Bersikap wara’ ketika menuntut ilmu.
12.  Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan dan yang melemahkannya.
13.  Hal-hal yang memudahkan datangnya rezeki, hal hal yang dapat memperpanjang  dan mengurangi umur.
Adapun Isi dari pasal-pasal yang tersebut di atas antara lain adalah:
1.      Fasal pertama, hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamaan ilmu.
Dalam memulai fasal pertama Syekh az-Zarnuji mengutip sebuah hadits yang berbunyi:
طَلَبُ اْلعَلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Dari hadits di atas jelaslah bahwa menuntut ilmu itu adalah wajib bagi laki-laki dan perempuan. Adapun ilmu yang wajib dipelajari mula-mula adalah Ilmu Hal bukan semua ilmu. Sebagaimana beliau mengutip sebuah perkataan yang artinya: Ilmu yang paling utama adalah ilmu hal dan perbuatan yang paling baik adalah menjaga hal. Yang dimaksud ilmu hal ini adalah ilmu-ilmu Usul ad-Din dan Ilmu Fikih yang nantinya akan dipakai dalam amal ibadah dan perbuatannya sehari-hari.
Selanjutnya Syekh az-Zarnuji mencontohkan dalam hal mengerjakan ibadah shalat, sehingga sebelum shalat kita harus mengetahui rukun-rukun dalam melaksanakan shalat. Sehingga az-Zarnuji menjelaskan bahwa melaksanakan shalat itu hukumnya wajib maka menuntut ilmu shalat juga wajib. Selain ibadah juga dicontohkan perbuatan lain seperti dalam perdagangan maka wajib bagi para pedagang mengetahui ilmunya supaya terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh agama.
Selain itu az-Zarnuji juga mewajibkan untuk mempelajari ilmu akhlak dan ilmu ahwal al-Qalb (ilmu hati) seperti, tawakkal, ridha, tawadhu' dan lain lain. Adapun mempelajari ilmu-ilmu yang dipakai dalam waktu sementara maka hukumnya adalah fardu 'ain. Az-Zarnuji juga menambahkan bahwa selain ilmu yang hukumnya fardu 'ain ada ilmu yang hukumnya fardu kifayah bagi umat Islam seperti ilmu ketabibab (obat-obatan). Sedangkan mempelajari ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat dan membahayakan maka hukumnya haram.
2. Fasal kedua niat dalam mencari ilmu.
Pada Bab II kitab Ta'lim al-Muta'allim membahas mengenai tujuan belajar. Bagi az-Zarnuji, untuk mencapai tujuan belajar seoarang murid harus memiliki niat dan motifasi yang kuat. Niat merupakan asas dari sutu perbuatan karena dengan niat yang baik seala sesuatu perbuatan yang nampaknya hanyalah amalan duniawi dapat bernilai  ukhrawi dan demikian pula sebaliknya.
Pernyataan az-Zarnuji tentang niat ini diperkuat dengan mengutip sebuah hadits Nabi yang berbunyi:
اِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَاتِ
Menurut az-Zarnuji ada beberapa niat yang harus yang harus diniatkan oleh setiap penuntut ilmu, antara lain: (1) Ikhlas mencari ridho Allah SWT. (2) mencari kebahagian akhirat, (3) Menghilangkan kebodohan, (4) Menghidupkan dan melestarikan Islam, dan (5) menghilangkan kebodohan.
Az-Zarnuji juga mengingatkan agar para menuntut ilmu jangan meniatkan kepada hal-hal yang bersifat indifidual seperti mencari kedudukan untuk kepentingan diri sendiri atau hawa nafsunya belaka, namun boleh mencari kedudukan yang akan digunakan untuk kepentingan agama.
3. Fasal ketiga cara memilih ilmu, guru, teman, dan ketekunan.
Pada bab III kitab Ta'lim al-Muta'allim membahas mengenai persoalan-persoalan memilih bidang studi, guru dan kawan belajar. Berkaitan dengan pemilihan bidang studi, az-Zarnuji mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan individual untuk mengembangkan keilmuan secara bertahap. Az-Zarnuji melaraskan bahwa ketika melakukan studi, seorang murud diharuskan memilih salah satu di antara semua cabang ilmu yang paling bermanfaat bagi diri sendiri. Lebih lanjut az-Zarnuji mengenai urutan mempelajari ilmu bahwa pertama-tama harus mempelajari ilmu agama selanjutnya baru ilmu-ilmu yang lain.
Mengenai pemilihan guru, ia menetapkan tiga kreteria guru yang harus dipertimbangkan, yakni guru yang paling terpelajar, paling saleh dan paling tua. Dalam pembahasan mengenai pemilihan teman belajar, ia menyarankan agar murid memilih seseorang yang rajin, relijius, berbakat, serta memiliki karakter dan pemahaman yang baik.
Selain itu juga az-zarnuji juga mengingatkan bahwa dalam menuntut ilmu harus memperhatikan kepada pemilihan teman yang baik dalam menuntut ilmu dan juga tempat menuntut ilmu. Selain itu az-Zarnuji juga mengutip perkataan Ali bin Abi Tholib:
"Ketahuilah, engkau tidak akan memrih ilmu kecuali dengan enam perkara. Akan kuutarakan semuanya itu kepadamu secara jelas: Kecarcdasan, ketamakan (semangat belajar), kesabaran, memiliki bekal, petunjuk guru, dan waktu yang lama."

4. Fasal keempat cara menghormati ilmu dan guru.
Pada bab IV membahas tentang penghormatan terhadap ilmu dan orang-orang yang berilmu. Dalam bab ini az-Zarnuji memberikan pernyataan yang umum bahwa dalam rangka meraih kesuksesan dalam sudinya, seorang murid harus memiliki penghormatan yang tinggi terhadap ilmu. Penghormatan yang ia maksudkan adalah seoarang murid harus memiliki sikap mental yang baik selama mengikuti proses belajar. Jika mentalnya tidak dikondisikan sebelumnya, menurut az-Zarnuji seoarang murid akan mendapat kesukaran dalam memperoleh manfaat ilmu pengetahuan. Untuk itulah, salah satu indikator penghormatan terhadap ilmu, murid harus menghormati ilmu, murid harus menghormati guru sepanjang ia menjadi sumber ilmu yang dicarinya. Dalam mengantarkan perintah-perintah bijak ini, az-Zarnuji melengkapinya dengan untaian syair sebagaimana diungkapkan sebagai berikut;
"Tidak ada hak yang lebih besar kecuali pada hak seorang guru. Hal ini wajib dipelihara oleh setiap orang Islam. Sungguh pantas bila seorang guru  yang mengajar mendapat kemuliaan.  Diberikan kepadanya hadiah seribu dirham walaupun hanya mengajarkan satu huruf."

Dalam hal menghormati ilmu az-Zarnuji mengaskan bahwa diantara adalah dengan menulis atau menyalin pelajaran secara rapi agar mudah membaca atau mengulangnya dikemudian hari.
5. Fasal kelima kesungguhan dalam mencari ilmu.
Pada bab V membahas tentang-tentang aspek yang berhubungan dengan sifat rajin, gigih dan tekun selama melakukan studi. Dalam bab ini az-Zarnuji memberikan nasehat agar murid senantiasa memiliki kegigihan dalam belajar dan mengulang-ngulang materi pelajaran secara kontinyu baik pada permulaan malam maupun pada akhir malam. Menurutnya, waktu yang cukup bernilai dan dimanfaatkan untuk proses belajar adalah antara senja dan fajar subuh adalah waktu mubarak, disamping itu az-Zarnuji mengingatkan murid agar tidak menguras ataupun melemahkan diri sendiri.
Az-Zarnuji juga menegaskan bahwa salah satu cara untuk menghilangkan kemalasan dalam menuntut ilmu adalah banyak makan karena Nabi pernah menyatakan bahwa Allah membenci tiga jenis manusia bukan karena dosa yakni orang yang tukang makan, bakhil dan sombong.
6. Fasal keenam ukuran dan urutan mencari ilmu.
Bab VI memfokuskan perhatiannya terhadap materi mengenai permulaan belajar. Dalam mengantarkan bab ini, az-Zarnuji mengutip pengalaman gurunya, Burhanuddin al-Marghinani yang senantiasa memulai proses belajar pada tiap hari rabu. Pengalaman yang sama juga dialami oleh Qiwanuddin Ahmad bin 'Abdurrasyid. Pilihan hari rabu sebagai hari terbaik dalam memulai belajar ini didasarkan diungkapkan az-Zarnuji dalam tulisannya, yaitu:
"Hal ini dikarenakan bahwa hari rabu adalah hari dimana cahaya diciptakan dan ini adalah hari berbahaya terhadap jalan (cara-cara) orang kafir dan sekaligus menjadi hari yang membawa berkah (menguntungkan) bagi oring-oarang yang beriman."

Sebagai tambahan, az-Zarnuji menyatakan bahwa murid harus memulai belajarnya dengan mata pelajaran yang lebih siap dipahami. Kemudian setelah memahami pelajaran yang yang dipelajarinya menambahnya sedidkit demi sedidkit, dan pada mempelajarinya seorang pelajar harus mengulang-ngulang dalam membacanya minimal dua kali. Tidak hanya itu saja az-Zarnuji juga menegaskan bahwa setelah memahami pelajaran tersebut seorang pelajar harus mencatatnya supaya dapat digunakan dikemudian hari.
Selain itu, bab ini juga memberikan penjelasan megenai metode pembelajaran yang dianggap baik. Menurutnya ada tiga metode yang biasa dipertimbangkan, yaitu; berdiskusi, berargumentasi dan mengajukan pertanyaan. Sebagaimana diperlihatkan dalam uangkapannya "Sangat penting bagi penuntut ilmu melalui sarana diskusi, argumentasi, dan bertanya ("mudzākarah, munādzarah dan muthōrobah)
7. Fasal ketujuh Tawakkal.
Pada bab VII membahas mengenai keimanan kepada Tuhan. Dalam bab ini, az-Zarnuji memberikan pernyataan yang tegas dan lugas bahwa dalam mencari ilmu itu harus mempercayakan kepada Tuhan selagi seseorang membutuhkan dana untuk memdukung proses studi dan tidak prihatin dengan persoalan-persoalan nafkah hidup (makanan) serta tidak sibuk memikirkan itu.
Untuk mendukung pernyataan ini, ia mendasarkan pada ajaran Mansur al-Hallaj, yang menjawab pertanyaan seorang laki-laki untuk minta nasehat dalam menuntut ilmu dan beliau mengungkapkan "sibukkan dirimu sendiri, sebab jika tidak kamu sibukkan, maka ia akan menyibukkan dirimu". Di bagian ini, az-Zarnuji secara esensial menyatakan bahwa mencari ilmu membutuhkan konsentrasi penuh, dan harus menghindarkan kebimbangan. Penuntut ilmu juga diharuskan bersabar dalam menuntut ilmu sebagaimana yang dialami oleh Nabi Musa AS. Hal ini perlu dimaklumi karena dalam menuntut ilmu tidak akan terlepas dari kesulitan.
8. Fasal kedelapan waktu belajar ilmu.
Pada bab VIII membahas tentang waktu belajar. Dari keseluruhan bab dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim, pembahasan mengenai tema ini tergolong paling singkat. Dalam bab ini, az-Zarnuji mengutip sebuah hadis nabi yang menyatakan bahwa waktu belajar pada dasarnya tidak terbatas, dari sejak lahir hingga ke liang lahat. Sama halnya dengan pepatah barat yang mengatakan "life long education".
Dalam prakteknya, ia memberikan batasan waktu yang cukup efektif untuk belajar, dengan mengungkapkan bahwa "waktu yang paling baik (untuk belajar) adalah pada masa permulaan remaja dan juga pada saat fajar dan antara waktu matahari naik dan saat pertama berjaga di malam hari." Az-Zarnuji juga mengingatkan agar para penuntut ilmu memanfatkan waktunya untuk belajar. Dalam belajar hendaknya penuntut ilmu tidak berkonsentrasi hanya pada satu mata pelajaran, karena hal tersebut akan membuatnya bosan, tetapi harus membuat pilihan yang fleksibel. Ia memberikan sebuah contoh, yakni bahwasanya Ibnu Abbas membaca kumpulan puisi ketika ia mengalami kelelahan dalam belajar.
9. Fasal kesembilan saling mengasihi dan saling menasehati.
Pada bab IX membahas tentang kegunaan saling mengasihi dan memberi nasehat yang baik. Pada permulaan bab ini, az-Zarnuji mengatakan bahwa seoarang guru diwajibkan menjadi seorang yang selalu memberi kasih sayang dan selalu memberi nasehat, dan tidak dengki.
Az-Zarnuji juga menegaskan agar penuntut ilmu selalu sibuk dalam melakukan kebaikan dan menghindari permusuhan. Karena permusuhan hanya akan membuang-buang waktu dalam menuntut ilmu hal ini sebagaimana dikutip dari perkataan Nabi Isa AS. Yang berbunyi:
"Bertahanlan menghadapi ejekan orang bodoh sekali saja, niscaya kamu akan beruntung sepuluh kali."

10. Fasal kesepuluh mencari tambahan ilmu pengetahuan.
Pada bab X mengetengahkan sarana yang berguna dalam mencapai ilmu. Untuk memperoleh keunggulan dalam menimba ilmu, az-Zarnuji menyatakan bahwa murid harus belajar sepanjang waktu. Penuntut ilmu juga harus selalu membawa buku dan pulpen agar dapat menuliskan ilmu yang ia dapatkan pada saat itu. Murid juga harus aktif berkomunikasi dengan orang terpelajar mengenai segala sesuatu yang tidak dipahaminya.
Dalam hal ini az-Zarnuji menegaskan kepada para penuntut ilmu agar tidak menyia-niyakan waktunya sedikit pun melainkan untuk menuntut ilmu. Hal ini diperkuat dengan perkataan Yahya bin Mu'az ar-Razi.
"Malam itu amat panjang, maka jangan kamu habiskan untuk tidurmu. Dan siang itu terang benderang maka jangan engkau redupkan dengan dosa-dosamu."

11. Fasal kesebelas bersikap wara' ketika menuntut ilmu.
Pada bab XI memfokuskan pada perlunya menahan hawa nafsu selama menuntut ilmu. Untuk memberikan wawasan mengenai tema ini, az-Zarnuji mengutip hadis Nabi yang menyatakan bahwa:
"Barang siapa tidak berusaha meninggalkan hawa nafsu pada saat belajar, maka Allah SWT akan menguji dengan salah satu dari tiga cara: baik dia mencabut kehidupan di masa mudanya, atau ditempatkan disuatu kampong dengan orang-orang yang bodoh, atau diuji untuk menjadi pelayan seorang sultan."

Demikian pentingnya asfek ini, az-Zarnuji menyatakan bahwa murid harus menghindari orang-orang yang memiliki kategori perusak, pendosa dan sembrono. Sebaliknya, ia menyarankan agar seorang murid harus senantiasa mematuhi standar etik (adab) yang telah ditetapkan oleh Nabi.
12. Fasal kedua belas hal-hal yang dapat menguatkan hafalan
Pada bab XII membahas tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemahaman dan kuat ingatan. Az-Zarnuji menyebut dua faktor yang sangat signifikan dalam memperkuat ingatan seseorang, yaitu adanya sifat rajin dan tekun. Namun secara praktis, ia memperkenalkan bebarapa tata cara meningkatkan daya ingatan, yaitu: mengurangi makanan, senantiasa melakukan shalat malam, dan membaca al-Qur'an.
Dalam hal ini sifat lupa atau sering kelupaan, ia menyarankan agar seseorang menghindarkan dari berbuat maksiat atau dosa dan selalu sibuk dengan memikirkan urusan dunia. Namun ada juga beberapa menu makanan, yang menyebabkan lupa yaitu: memakan ketumbar, apel asam, menonton orang yang dipancung, dan membaca inskripsi di pusara, dan juga melintasi iring-iringan onta, melempari tempat tinggal lebah di bumi dan memakai penutup gelas di tengkuk leher.

13. Fasal ketiga belas Hal-hal yang dapat memudahkan datangnya rezeki.
Pada bab XIII adalah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kemudahan dalam mencari rizki dan menghindari hal-hal yang tidak diperkenankan. Dalam bab ini, az-Zarnuji menyarankan agar murid mengetahui hal-hal yang bisa menambah rezeki, umur dan lebih sehat sehingga dapat mencurahkan seluruh kemampuannya untuk mencapai apa yang telah dicita-citakan.
Az-Zarnuji juga menjelaskan beberapa hal yang dapat menambah rezeki seperti: shalat dhuha dan membaca beberapa surat al-Qur'an seperti surah al-Waqi'ah, surah al-Mulk, surah al-Muzammil, surah al-Laili, dan surah al-Insyiroh, datang ke masjid sebelum dikumandangkan adzan, terus menerus dalam keadaan suci dan melakukan shalat sunnah fajar dan witir di rumah.

Mengakhiri kitabnya az-Zarnuji menutup dengan pujian kepada Allah SWT. Kemudian dilanjutkan dengan sholawat dan salam yang dipersembahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar